ONE DAY ONE HADITH
Diriwayatkan
dari Abu Hurairah RA, bahwa seorang laki-laki mengeluhkan hatinya yang keras
kepada Nabi SAW. Lalu beliau bersabda:
امْسَحْ رَأْسَ الْيَتِيمِ
وَأَطْعِمْ الْمِسْكِينَ
“Usaplah kepala
anak yatim, dan berilah makan orang miskin.” [HR Ahmad] Hadits ini dinilai oleh
ibnu hajar al-atsqalani sebagai hadits hasan. [Fathul Bari]
Catatan Alvers
Alvers, Betapa
malang seseorang yang ditinggal wafat ayahnya, tulang punggung keluarga, orang
yang menjadi tumpuan hidup sekeluarga, orang yang menjadi pemimpin dalam rumah
tangganya bahkan yang menyayanginya, memperhatikannya, menghiburnya dan
menasehatinya tanpa pamrih. Jangankan anak kecil, orang dewasa sekalipun
apabila ditinggal wafat oleh ayah pastilah merasa tergoncang jiwanya, duka dan
kesedihan akan menyelimutinya. Lantas bagaimana perasaan anak-anak yang masih
kecil, yang belum banyak mengerti tentang hidup dan kehidupan, tapi ditinggal
pergi oleh Bapaknya untuk selama-lamanya. Boleh jadi, jika boleh memilih maka
tak seorangpun mau kehilangan ayahnya.
Ajaran Islam
yang dibawa oleh seorang nabi yang sangat paham akan perasaan seorang yatim
bahkan beliau sendiri mengalaminya, wajar saja memberikan perhatian khusus
melebihi anak-anak lainnya. Alvers, Wahyu Ilahi telah memerintahkan
kepada kaum muslimin untuk senantiasa memperhatikan nasib mereka, berbuat baik
dan menyayangi mereka. Rasul SAW bersabda :
مَنْ مَسَحَ رَأْسَ يَتِيمٍ
لَمْ يَمْسَحْهُ إِلَّا لِلَّهِ كَانَ لَهُ بِكُلِّ شَعْرَةٍ مَرَّتْ عَلَيْهَا
يَدُهُ حَسَنَاتٌ وَمَنْ أَحْسَنَ إِلَى يَتِيمَةٍ أَوْ يَتِيمٍ عِنْدَهُ كُنْتُ
أَنَا وَهُوَ فِي الْجَنَّةِ كَهَاتَيْنِ وَفَرَّقَ بَيْنَ أُصْبُعَيْهِ
السَّبَّابَةِ وَالْوُسْطَى
“Barang siapa
mengusap kepala anak yatim yang semata-mata karena Allah maka dengan setiap
rambut yang dilewati tangnnya, Allah berikan beberapa kebaikan, dan barangsiapa
memperbaiki anak yatim perempuan atau laki-laki yang ada sisinya niscaya aku
dan dia di surga bersanding seperti dua jari ini (Nabi merenggangkan jari
telunjuk dan jari tengah)” [HR Ahmad]
“Mengusap
kepala anak yatim” dalam hadits ini adalah bermakna hakiki (sebenarnya)
sebagaimana Ibnu Hajar al-Haitami berkata:
وَالْمُرَادُ مِنَ الْمَسْحِ فِي الْحَدِيثِ
الثَّانِي حَقِيقَتُهُ
“Maksud dari
mengusap dalam hadits yang kedua adalah makna sebenarnya”...
Kepala disebut
secara khusus, dikarenakan mengusap kepala berarti menghargai, mengasihi,
cinta, dan mengobati kegundahannya. [al-Fatawa al-Haditsiyah]
Berikut adalah tutorial mengelus kepala
anak yatim yaitu dengan menaruh telapak tangan di atas kepala bagian depan,
kemudian dijalankan ke bagian tengah kepala lalu kembali ke awalnya atau simpelnya
mengusap dengan dua arah. Sedangkan mengelus kepala anak kecil yang bukan yatim
adalah dengan menaruh telapak tangan di atas kepala bagian depan, kemudian dijalankan
sampai ke bagian belakang kepala, atau mengusap dengan satu arah saja. Hal ini
sebagaimana sabda Nabi SAW :
إِذَا كَانَ الْغُلَامُ يَتِيمًا فَامْسَحُوا
رَأْسَهُ هَكَذَا إِلَى قُدَّامٍ، وَإِذَا كَانَ لَهُ أَبٌ فَامْسَحُوا بِرَأْسِهِ
هَكَذَا إِلَى خَلْفٍ مِنْ مُقَدَّمِهِ
"Jika anak itu yatim, usaplah
kepalanya seperti ini — ke arah depan, dan jika dia memiliki ayah, maka usaplah
kepalanya seperti ini — ke arah belakang dari bagian depannya." [HR
Thabrani]
Namun bisa juga
bermakna kiasan, Alvers. Syeikh Mulla Al-Qari mengutip pendapat Abu
Thayyib :
مَسْحُ رَأْسِ الْيَتِيمِ كِنَايَةٌ عَنِ
الشَّفَقَةِ وَالتَّلَطُّفِ إِلَيْهِ
“Mengusap
kepala anak yatim adalah sebuah kinayah tentang kasih sayang dan sikap lemah
lembut (kepadanya)”.
Makna kinayah
ini tidak bertentangan dengan makna hakiki, karena keduanya bisa dipadukan”.
[Mirqatul Mafatih]
Dari pendapat
ini Alvers, dipahami bahwa seyogyanya seseorang tidak mencukupkan
diri dengan hanya mengusap kepala anak yatim namun juga haruslah menyantuninya
baik dalam hal sandang, pangan, papan, maupun pendidikannya. Tentunya sesuai
kadar kemampuannya, namun jika tidak mampu maka hendaknya ia tidak
menghardiknya. Allah swt berfirman:
أَرَأَيْتَ الَّذِي
يُكَذِّبُ بِالدِّينِ (1) فَذَلِكَ الَّذِي يَدُعُّ الْيَتِيمَ (2) وَلَا يَحُضُّ
عَلَى طَعَامِ الْمِسْكِينِ (3).
“Tahukah kamu
orang yang mendustakan Agama, itulah orang yang menghardik anak yatim, dan
tidak menganjurkan memberi makan kepada orang miskin “ [QS Al-Ma’un
: 1-3]
Tidak hanya
berpahala besar, mengusap kepala anak yatim dan bersedekah makanan kepada orang
miskin merupakan salah satu cara mengobati hati yang keras sebagaimana hadits
utama di atas.
Manfaat
ini Alvers, menurut Mulla Al-Qari dikarenakan dengan mengusap kepala
yatim, seseorang akan teringan kematian (almarhum ayah yatim) sehingga ia pun
berpikiran mengalami hal yang sama yaitu mati. Dengan demikian ia menggunakan
kesempatan hidupnya dengan baik (untuk ibadah) karena kerasnya hati bersumber
dari kelalaian. Adapun memberi makan fakir miskin, bertujuan untuk mensyukuri
nikmat Allah sehingga seseorang sadar bahwa ia beruntung sekiranya diberi
kelebihan atas anak yatim tersebut. Dari sinilah akhirnya kerasnya hati sirna
dan hatinya menjadi penyayang. [Mirqatul Mafatih]
Selanjutnya Alvers,,
siapakah anak yatim itu?. Secara bahasa “yatim” berarti orang yang sedih atau
sendiri. Al-Jurjani berkata : Yatim adalah
anak yang menyendiri atau terpisah (karena ditinggal wafat) ayahnya karena
nafkah itu tanggungan ayahnya bukan ibunya sementara untuk hewan, istilah yatim
dikenal untuk anak hewan yang menyendiri (karena ditinggal mati) ibunya karena
air susu dan makanan itu berasal dari ibunya. [At-Ta’rifat]
Syeikh
al-Fayyumi AL-Muqri berkata :
فَإِنْ مَاتَ الأَبَوَانِ، فَالصَّغِيرُ
لَطِيمٌ، وَإِنْ مَاتَتْ أُمُّهُ فَقَطْ، فَهُوَ عَجِيٌّ.
Jika bapak
ibunya meninggal, maka anaknya disebut dengan “lathim” dan jika yang meninggal
ibunya saja maka disebut dengan “ ajiy” [Al-Mishbah Al-Munir]
Lantas Alvers, sampai
kapan seorang anak menyandang predikat yatim?. Ibnu Abbas RA pernah menerima
surat dari Najdah bin Amir Al-Haruri yang berisi beberapa pertanyaan, salah
satunya tentang batasan seorang anak disebut yatim, Ibnu Abbas menjawab:
وَإِنَّهُ لَا يَنْقَطِعُ
عَنْهُ اسْمُ الْيُتْمِ حَتَّى يَبْلُغَ وَيُؤْنَسَ مِنْهُ رُشْدٌ
Sesungguhnya
nama (hukum) yatim itu tidak terputus sehingga ia mencapai baligh dan menjadi
dewasa. [HR Muslim]
Dari batasan
ini Alvers, maka menyantuni anak yatim dan keutamaannya akan terus
berlaku setiap hari sepanjang tahun sehingga santunan anak yatim tidak cukup
dilakukan pada tanggal 10 Muharram (Asyura) saja. Wallahu A’lam. Semoga Allah
al-Bari membuka hati dan fikiran kita untuk care terhadap anak yatim dan
membantu meringankan beban hidupnya.
Salam Satu Hadits,
Dr. H. Fathul Bari, SS., M.Ag
Pondok Pesantren Wisata
AN-NUR 2 Malang Jatim
Sarana Santri ber-Wisata Rohani Wisata Jasmani
Ayo Mondok! Mondok itu Keren!
WA Auto Respon :
0858-2222-1979
NB.
“Ballighu Anni Walau Ayah” Silahkan Share
sebanyak-banyaknya kepada semua grup yang ada. Al-Hafidz Ibnul Jawzi berkata :
_Barang siapa yang ingin amalnya tidak terputus setelah ia wafat maka
sebarkanlah ilmu._ [At-Tadzkirah Wal Wa’dh]
0 komentar:
Post a Comment