Tuesday, October 4, 2016

MENGUSAP KEPALA YATIM


ONE DAY ONE HADITH

 

Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA, bahwa seorang laki-laki mengeluhkan hatinya yang keras kepada Nabi SAW. Lalu beliau bersabda:

امْسَحْ رَأْسَ الْيَتِيمِ وَأَطْعِمْ الْمِسْكِينَ

“Usaplah kepala anak yatim, dan berilah makan orang miskin.” [HR Ahmad] Hadits ini dinilai oleh ibnu hajar al-atsqalani sebagai hadits hasan. [Fathul Bari]

 

Catatan Alvers

 

Alvers, Betapa malang seseorang yang ditinggal wafat ayahnya, tulang punggung keluarga, orang yang menjadi tumpuan hidup sekeluarga, orang yang menjadi pemimpin dalam rumah tangganya bahkan yang menyayanginya, memperhatikannya, menghiburnya dan menasehatinya tanpa pamrih. Jangankan anak kecil, orang dewasa sekalipun apabila ditinggal wafat oleh ayah pastilah merasa tergoncang jiwanya, duka dan kesedihan akan menyelimutinya. Lantas bagaimana perasaan anak-anak yang masih kecil, yang belum banyak mengerti tentang hidup dan kehidupan, tapi ditinggal pergi oleh Bapaknya untuk selama-lamanya. Boleh jadi, jika boleh memilih maka tak seorangpun mau kehilangan ayahnya.

 

Ajaran Islam yang dibawa oleh seorang nabi yang sangat paham akan perasaan seorang yatim bahkan beliau sendiri mengalaminya, wajar saja memberikan perhatian khusus melebihi anak-anak lainnya. Alvers, Wahyu Ilahi telah memerintahkan kepada kaum muslimin untuk senantiasa memperhatikan nasib mereka, berbuat baik dan menyayangi mereka. Rasul SAW bersabda :

مَنْ مَسَحَ رَأْسَ يَتِيمٍ لَمْ يَمْسَحْهُ إِلَّا لِلَّهِ كَانَ لَهُ بِكُلِّ شَعْرَةٍ مَرَّتْ عَلَيْهَا يَدُهُ حَسَنَاتٌ وَمَنْ أَحْسَنَ إِلَى يَتِيمَةٍ أَوْ يَتِيمٍ عِنْدَهُ كُنْتُ أَنَا وَهُوَ فِي الْجَنَّةِ كَهَاتَيْنِ وَفَرَّقَ بَيْنَ أُصْبُعَيْهِ السَّبَّابَةِ وَالْوُسْطَى

“Barang siapa mengusap kepala anak yatim yang semata-mata karena Allah maka dengan setiap rambut yang dilewati tangnnya, Allah berikan beberapa kebaikan, dan barangsiapa memperbaiki anak yatim perempuan atau laki-laki yang ada sisinya niscaya aku dan dia di surga bersanding seperti dua jari ini (Nabi merenggangkan jari telunjuk dan jari tengah)” [HR Ahmad]

 

“Mengusap kepala anak yatim” dalam hadits ini adalah bermakna hakiki (sebenarnya) sebagaimana Ibnu Hajar al-Haitami berkata:

 وَالْمُرَادُ مِنَ الْمَسْحِ فِي الْحَدِيثِ الثَّانِي حَقِيقَتُهُ

Maksud dari mengusap dalam hadits yang kedua adalah makna sebenarnya...

Kepala disebut secara khusus, dikarenakan mengusap kepala berarti menghargai, mengasihi, cinta, dan mengobati kegundahannya. [al-Fatawa al-Haditsiyah]

 

 

 

Berikut adalah tutorial mengelus kepala anak yatim yaitu dengan menaruh telapak tangan di atas kepala bagian depan, kemudian dijalankan ke bagian tengah kepala lalu kembali ke awalnya atau simpelnya mengusap dengan dua arah. Sedangkan mengelus kepala anak kecil yang bukan yatim adalah dengan menaruh telapak tangan di atas kepala bagian depan, kemudian dijalankan sampai ke bagian belakang kepala, atau mengusap dengan satu arah saja. Hal ini sebagaimana sabda Nabi SAW :

إِذَا كَانَ الْغُلَامُ يَتِيمًا فَامْسَحُوا رَأْسَهُ هَكَذَا إِلَى قُدَّامٍ، وَإِذَا كَانَ لَهُ أَبٌ فَامْسَحُوا بِرَأْسِهِ هَكَذَا إِلَى خَلْفٍ مِنْ مُقَدَّمِهِ

"Jika anak itu yatim, usaplah kepalanya seperti ini — ke arah depan, dan jika dia memiliki ayah, maka usaplah kepalanya seperti ini — ke arah belakang dari bagian depannya." [HR Thabrani]

 

Namun bisa juga bermakna kiasan, Alvers. Syeikh Mulla Al-Qari mengutip pendapat Abu Thayyib :

مَسْحُ رَأْسِ الْيَتِيمِ كِنَايَةٌ عَنِ الشَّفَقَةِ وَالتَّلَطُّفِ إِلَيْهِ

“Mengusap kepala anak yatim adalah sebuah kinayah tentang kasih sayang dan sikap lemah lembut (kepadanya).

Makna kinayah ini tidak bertentangan dengan makna hakiki, karena keduanya bisa dipadukan”. [Mirqatul Mafatih]

 

Dari pendapat ini Alvers, dipahami bahwa seyogyanya seseorang tidak mencukupkan diri dengan hanya mengusap kepala anak yatim namun juga haruslah menyantuninya baik dalam hal sandang, pangan, papan, maupun pendidikannya. Tentunya sesuai kadar kemampuannya, namun jika tidak mampu maka hendaknya ia tidak menghardiknya. Allah swt berfirman:

  أَرَأَيْتَ الَّذِي يُكَذِّبُ بِالدِّينِ (1) فَذَلِكَ الَّذِي يَدُعُّ الْيَتِيمَ (2) وَلَا يَحُضُّ عَلَى طَعَامِ الْمِسْكِينِ (3).

“Tahukah kamu orang yang mendustakan Agama, itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan kepada orang miskin “ [QS Al-Ma’un : 1-3]

Tidak hanya berpahala besar, mengusap kepala anak yatim dan bersedekah makanan kepada orang miskin merupakan salah satu cara mengobati hati yang keras sebagaimana hadits utama di atas.

 

Manfaat ini Alvers, menurut Mulla Al-Qari dikarenakan dengan mengusap kepala yatim, seseorang akan teringan kematian (almarhum ayah yatim) sehingga ia pun berpikiran mengalami hal yang sama yaitu mati. Dengan demikian ia menggunakan kesempatan hidupnya dengan baik (untuk ibadah) karena kerasnya hati bersumber dari kelalaian. Adapun memberi makan fakir miskin, bertujuan untuk mensyukuri nikmat Allah sehingga seseorang sadar bahwa ia beruntung sekiranya diberi kelebihan atas anak yatim tersebut. Dari sinilah akhirnya kerasnya hati sirna dan hatinya menjadi penyayang. [Mirqatul Mafatih]

 

Selanjutnya Alvers,, siapakah anak yatim itu?. Secara bahasa “yatim” berarti orang yang sedih atau sendiri. Al-Jurjani berkata : Yatim adalah anak yang menyendiri atau terpisah (karena ditinggal wafat) ayahnya karena nafkah itu tanggungan ayahnya bukan ibunya sementara untuk hewan, istilah yatim dikenal untuk anak hewan yang menyendiri (karena ditinggal mati) ibunya karena air susu dan makanan itu berasal dari ibunya. [At-Ta’rifat]

 

Syeikh al-Fayyumi AL-Muqri berkata :

فَإِنْ مَاتَ الأَبَوَانِ، فَالصَّغِيرُ لَطِيمٌ، وَإِنْ مَاتَتْ أُمُّهُ فَقَطْ، فَهُوَ عَجِيٌّ.

Jika bapak ibunya meninggal, maka anaknya disebut dengan “lathim” dan jika yang meninggal ibunya saja maka disebut dengan “ ajiy” [Al-Mishbah Al-Munir]

 

Lantas Alvers, sampai kapan seorang anak menyandang predikat yatim?. Ibnu Abbas RA pernah menerima surat dari Najdah bin Amir Al-Haruri yang berisi beberapa pertanyaan, salah satunya tentang batasan seorang anak disebut yatim, Ibnu Abbas menjawab:

وَإِنَّهُ لَا يَنْقَطِعُ عَنْهُ اسْمُ الْيُتْمِ حَتَّى يَبْلُغَ وَيُؤْنَسَ مِنْهُ رُشْدٌ

Sesungguhnya nama (hukum) yatim itu tidak terputus sehingga ia mencapai baligh dan menjadi dewasa. [HR Muslim]

 

Dari batasan ini Alvers, maka menyantuni anak yatim dan keutamaannya akan terus berlaku setiap hari sepanjang tahun sehingga santunan anak yatim tidak cukup dilakukan pada tanggal 10 Muharram (Asyura) saja. Wallahu A’lam. Semoga Allah al-Bari membuka hati dan fikiran kita untuk care terhadap anak yatim dan membantu meringankan beban hidupnya.

 

Salam Satu Hadits,

Dr. H. Fathul Bari, SS., M.Ag

 

Pondok Pesantren Wisata

AN-NUR 2 Malang Jatim

Sarana Santri ber-Wisata Rohani Wisata Jasmani

Ayo Mondok! Mondok itu Keren!

WA Auto Respon :  0858-2222-1979

 

NB.

“Ballighu Anni Walau Ayah” Silahkan Share sebanyak-banyaknya kepada semua grup yang ada. Al-Hafidz Ibnul Jawzi berkata : _Barang siapa yang ingin amalnya tidak terputus setelah ia wafat maka sebarkanlah ilmu._ [At-Tadzkirah Wal Wa’dh]


0 komentar:

Post a Comment