Friday, December 5, 2025

SI ANAK BATU

 

ONE DAY ONE HADITH

 

Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA, Rasul SAW bersabda :

الدُّنْيَا سِجْنُ الْمُؤْمِنِ وَجَنَّةُ الْكَافِرِ

“Dunia adalah penjara bagi orang mukmin dan surga bagi orang kafir.” [HR Muslim]

 

Catatan Alvers

 

Ketika ia masih muda, ia mencoba menghafal hadis. Ia mencoba, mencoba, dan mencoba lagi, tetapi ia gagal menjadi seperti anak-anak lain yang telah menghafal banyak hadis. Hampir saja rasa putus asa, dan kegagalan seakan akan membayangi seluruh hidupnya. Suatu hari ia memutuskan berjalan di antara kebun-kebun desa. Ia mendekati sebuah sumur di tengah kebun, lalu duduk di dekatnya dan mulai merenung. Saat duduk di dekat sumur itu, ia memperhatikan tali yang menggantung pada ember sumur telah mengikis batu di sekeliling bibir sumur, hingga batu itu retak karena gesekan yang terus-menerus naik dan turun. Ia pun menyadari: kuncinya adalah pengulangan dan waktu. Maka ia bertekad mencoba lagi menghafal hadis, dan berjanji pada dirinya sendiri untuk mengulanginya meski sampai 500 kali. Ia terus berusaha, berusaha, dan berusaha, menepati janjinya, hingga ibunya merasa lelah mendengar ulangannya dan iba melihat keadaannya. Dengan berjalannya waktu, ia akhirnya mampu menghafal Al-Qur’an, dan menjadi mufti (ulama pemberi fatwa). Ia juga menulis banyak karya dan kitab yang dipelajari hingga kini.

 

Versi lain menyebutkan ia melihat air yang menetes di batu terus menerus hingga air yang lembut itu bisa melubangi batu yang keras. Lalu Ia mengambil pelajaran darinya sehingga ia meningkatkan belajarnya sehingga ia di kemudian hari menjadi cerdas dan ulama besar. Hal ini sebagaimana pepatah populer yang dinisbatkan sebagai perkataan Abu Hazm Al-Andalusi, yaitu : “Air dapat melubangi batu bukan karena kerasnya air, tetapi karena air itu jatuh terus menerus”.

 

Kisah tersebut dengan berbagai versinya sering dinisbatkan kepada ulama yang benama Ibnu Hajar (Anaknya batu) baik Ibnu Hajar Al-Haitamy, sang ahli fikih atau Ibnu Hajar Al-Asqalany, sang ahli hadits. Nisbat tersebut tidaklah benar, karena keduanya memiliki kecerdasan sejak kecil. Dan maaf saya pribadi belum menemukan referensi kitab dari kisah di atas. Kisah tersebut sering kita dengar sebagai motivasi dan acapkali ditemukan dalam tulisan-tulisan tanpa menyertakan sumbernya.

 

Boleh jadi kisah tersebut dihubung-hubungkan karena adanya relevansi antara kisah batu dan arti dari nama dari ibnu hajar sendiri yaitu anaknya batu. Menurut Imam Nawawi, Ibnu Hajar mendapatkan panggilan demikian karena :

إِنَّ أَحَدَ أَجْدَادِهِ كَانَ مُلَازِمًا لِلصَّمْتِ، لَا يَتَكَلَّمُ إِلَّا عِندَ ضَرُورَةٍ أَوْ حَاجَةٍ، فَشَبَّهُوهُ بِحَجَرٍ مُلْقًى لَا يَنْطِقُ.

“Sesungguhnya salah seorang dari kakeknya senantiasa diam, tidak berbicara kecuali terpaksa atau ada kebutuhan. Maka orang-orang saat itu menyerupakannya dengan batu yang tergeletak, yang tidak berbicara.” [Al-Idlah Fi manasikil Hajj]

 

Imam Ibnu Hajar Al-Asqalany dikebumikan di di Kairo, Mesir, tepatnya di kawasan Al-Muqattam pada tahun 852 H dan Alhamdulillah penulis telah berziarah ke makam beliau bersama keluarga besar. Adapun Imam Ibnu Hajar Al-Haytami dikebumikan di pekuburan Ma’la, Mekkah pada tahun 974 H. Pekuburan Ma’la berada di dekat masjidil haram sehingga sering dikunjungi oleh para jamaah haji dan umrah dan di sana pula dikebumikan ulama besar Indonesia seperti Syeikh Nawawi Al-Bantani, Mbah Kyai Maimun Zubeir.

 

Ahmad bin Aly yang dikenal dengan julukan Ibnu Hajar Al-Asqalany tumbuh sebagai anak yatim. Ayahnya meninggal ketika ia berusia empat tahun, sedangkan ibunya sebelum itu. Ia diasuh oleh al-Khurubi, seorang saudagar besar, yang sangat memperhatikannya. Ia memasukkannya ke sekolah (maktab) setelah usianya genap lima tahun. Ia menyelesaikan hafalan Al-Qur’an pada usia sembilan tahun. Ketika berusia sebelas tahun, ia menunaikan ibadah haji. Dua tahun kemudian, ia kembali ke Mesir dengan menghafal kitab ‘Umdat al-Ahkām, Mukhtaṣar Ibn al-Ḥājib, Alfiyyah al-‘Irāqī, Alfiyyah Ibn Mālik, dan kitab at-Tanbīh. [Tahdzibut Tahdzib]

 

Pasca wafatnya al-Khurubi tahun 787 H, Ibnu hajar berdagang untuk beberapa saat. Dan tahun 793 H ia fokus kepada ilmu hadits. Ia berguru kepada Syeikh Zainuddin Al-Iraqy selama sepuluh tahun. [Tahdzibut Tahdzib] dan akhirnya ia berhasil menulis karya monumentalnya yaitu Fathul Bari, Syarah shahih Bukhari selama seperempat abad. Imam as-Suyuti berkata:

لَمْ يُصَنِّفْ أَحَدٌ مِنَ الأَوَّلِينَ وَلَا مِنَ الآخِرِينَ مِثْلَهُ

‘Tidak ada seorang pun dari ulama terdahulu maupun kemudian yang menyusun karya semisalnya.’

Dan ketika Imam asy-Syaukani ditanya: ‘Apakah engkau tidak akan menulis syarah atas al-Jami‘ aSh-Shahih karya al-Bukhari?’ Beliau menjawab :

لَا هِجْرَةَ بَعْدَ الفَتْحِ

‘Tidak ada hijrah (berpindah) setelah adanya kitab Fathul Bari. [Majallatu Jami’ah Ummul Qura]

 

Ada kisah menarik mengenai al-Hafizh Ibnu Hajar. Al-Muanwi berkata : Ketika menjadi Qadlil Qudhat (hakim agung di Mesir), ia melewati pasar dengan iring-iringan besar dan penampilan yang indah. Tiba-tiba seorang Yahudi penjual minyak dengan pakaian gembel menghadangnya. Ia memegang tali kekang bighalnya dan berkata : ‘Wahai Syaikhal Islam, engkau mengklaim bahwa Nabi kalian bersabda: “Dunia adalah penjara bagi orang mukmin dan surga bagi orang kafir.” (sebagaimana hadits utama di atas). Lantas penjara apa yang engkau alami sekarang (karena engkau kaya), dan surga apa yang aku rasakan (karena aku miskin)?’ Ibnu Hajar menjawab :

أَنَا بِالنِّسْبَةِ لِمَا أَعَدَّ اللهُ لِي فِي الْآخِرَةِ مِنَ النَّعِيْمِ كَأَنِّي الْآنَ فِي السِّجْنِ

“Aku, dibandingkan dengan kenikmatan yang Allah siapkan untukku di akhirat, seakan-akan sekarang berada di dalam penjara”.

Sedangkan engkau, dibandingkan dengan adzab pedih yang Allah siapkan untukmu di akhirat, seakan-akan sekarang berada di dalam surga. Maka Yahudi itu pun masuk Islam.” [Faidlul Qadir]

 

Wallahu A’lam. Semoga Allah al-Bari membuka hati dan fikiran kita untuk menjadikan kisah para ulama sebagai motivasi dalam hidup ini sehingga tidak mudah berputus asa menghadapi kerasnya hidup ini.

 

Salam Satu Hadits

Dr.H.Fathul Bari.,SS.,M.Ag

 

Pondok Pesantren Wisata

AN-NUR 2 Malang Jatim

Ngaji dan Belajar Berasa di tempat Wisata

Ayo Mondok! Mondok Itu Keren!

 

NB.

Jangan pelit berbagi ilmu. Sufyan Ats-sauri berkata : “Barang siapa pelit berbagi ilmu maka ia akan ditimpa satu dari tiga perkata : (1) lupa, (2) wafat tanpa manfaat dan (3) catatan ilmunya hilang”. [Al-Majmu’]




0 komentar:

Post a Comment