إنَّ اللّهَ أَوْحَىٰ إِلَيَّ أَنْ تَوَاضَعُوا حَتَّىٰ لاَ يَفْخَرَ أَحَدٌ علىٰ أَحَدٍ، وَلاَ يَبْغِيَ أَحَدٌ عَلَىٰ أَحَدٍ

"Sesungguhnya Allah telah mewahyukan kepadaku untuk menyuruh kalian bersikap rendah hati, sehingga tidak ada seorang pun yang membanggakan dirinya di hadapan orang lain, dan tidak seorang pun yang berbuat aniaya terhadap orang lain." [HR Muslim]

أَرْفَعُ النَّاسِ قَدْرًا : مَنْ لاَ يَرَى قَدْرَهُ ، وَأَكْبَرُ النَّاسِ فَضْلاً : مَنْ لَا يَرَى فَضْلَهُ

“Orang yang paling tinggi kedudukannya adalah orang yang tidak pernah melihat kedudukannya. Dan orang yang paling mulia adalah orang yang tidak pernah melihat kemuliannya (merasa mulia).” [Syu’abul Iman]

الإخلاص فقد رؤية الإخلاص، فإن من شاهد في إخلاصه الإخلاص فقد احتاج إخلاصه إلى إخلاص

"Ikhlas itu tidak merasa ikhlas. Orang yang menetapkan keikhlasan dalam amal perbuatannya maka keihklasannya tersebut masih butuh keikhlasan (karena kurang ikhlas)." [Ihya’ Ulumuddin]

عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِى إِلَى الْبِرِّ وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِى إِلَى الْجَنَّةِ وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَصْدُقُ وَيَتَحَرَّى الصِّدْقَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ صِدِّيقًا

"Hendaklah kalian senantiasa berlaku jujur, karena sesungguhnya kejujuran akan megantarkan pada kebaikan dan sesungguhnya kebaikan akan mengantarkan pada surga. Jika seseorang senantiasa berlaku jujur dan berusaha untuk jujur, maka dia akan dicatat di sisi Allah sebagai orang yang jujur." [HR Muslim]

يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوْبِ، ثَبِّتْ قَلْبِيْ عَلَى دِيْنِكَ.

“Ya Allah, Dzat yang membolak-balikkan hati, tetapkanlah hatiku pada agamaMu.”[HR Ahmad]

Sunday, November 16, 2025

ROBOHKAN SAJA MENARA MASJID!

ONE DAY ONE HADITH

 

Diriwayatkan dari Abu Said Al-Khudry RA, Rasul SAW bersabda :

لَا يَسْمَعُ مَدَى صَوْتِ الْمُؤَذِّنِ جِنٌّ وَلَا إِنْسٌ وَلَا شَيْءٌ إِلَّا شَهِدَ لَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

Tidaklah jin dan manusia serta (segala) sesuatu itu mendengar suara muadzin melainkan mereka memberikan kesaksian untuknya pada hari Kiamat. [HR Bukhari]

 

Catatan Alvers

 

Viral pidato seorang takmir masjid terkemuka di jogja berkata dengan lantang : “Robohkan saja itu menara. Tidak ada gunanya menara masjid yang tinggi kalau tetangganya tidak bisa menanak nasi”. Rasulullah SAW membangun menara bukan untuk keindahan. Bilal bin Rabah naik ke Menara dan hanya 5 kali sehari tapi rasulullah yang paling sering naik ke Menara. Untuk apa? Melihat jiran - jiran masjid. Apakah mereka dipastikan tidur nyenyak, dipastikan sudah makan sudah kenyang. Maka kalau Rasulullah naik ke Menara itu dilihat tadi ada dapur yang tidak mengepul didatangi. “Hei kamu hari ini kenapa enggak masak dapurmu enggak mengepul”. “Kami enggak punya gandum Ya Rasulullah tidak ada daging.” maka Rasulullah akan memanggil Abdurrahman bin Auf bendaharanya Rasul. Itu Jiran masjid tidak ada daging!. Apakah sekarang menara Masjid takmirnya sering naik untuk melihat nasib kiri kanan? Kalau nggak, robohkan saja itu menara. Tidak ada gunanya menara masjid yang tinggi kalau tetangganya tidak bisa menanak nasi. Tetangganya gak bisa tidur karena anaknya gak bisa bayar sekolah. Robohkan itu menara. Menara itu fungsinya untuk memantau nasib jiran masjid bukan untuk sebagai kebanggaan bangunan masjid. Bahkan ditanya, boleh apa tidak kas masjid untuk beli beras orang miskin? Wajib! Kalau perlu speaker masjid jual untuk beli beras kalau ada orang sekitar masjid tidak bisa makan. [IG Marbot.aplikasi]

 

Ada beberapa hal yang perlu saya luruskan. Pertama, benarkah Rasul sering naik ke Menara?. Dan kedua, benarkah menara masjid itu tidak ada gunanya jika tetangganya tidak bisa menanak nasi?. Yang pertama, tidak benar pernyataan bahwa Rasul sering naik ke atas menara karena di zaman Nabi SAW belum ada bangunan menara masjid. Dahulu bilal mengumandang-kan adzan dari rumah yang tinggi di dekat masjid. Diriwayatkan dari ‘Urwah bin az-Zubair, dari seorang wanita dari Bani an-Najjar, ia berkata:

كَانَ بَيْتِي مِنْ أَطْوَلِ بَيْتٍ حَوْلَ الْمَسْجِدِ وَكَانَ بِلَالٌ يُؤَذِّنُ عَلَيْهِ الْفَجْرَ

"Rumahku adalah rumah yang paling tinggi di sekitar masjid. Dan Bilal biasa mengumandangkan adzan Subuh dari atasnya (rumahku)”.

Ia datang saat waktu sahur (sebelum fajar), lalu duduk di atas rumah sambil memperhatikan munculnya fajar. Ketika melihat fajar, ia meregangkan tubuhnya lalu berdoa. Kemudian ia mengumandangkan adzan. [HR Abu Dawud]

 

Sesuai dengan kondisi tersebut, Al-wahbah Az-Zuhaily berkata : “Disunnahkan dalam adzan... agar dilakukan di atas tempat yang tinggi dan di dekat masjid. Hal itu supaya lebih maksimal dalam  menyampaikan suara adzan”. [Al-Fiqhul Islamy wa Adillatuh] dan di sisi lain, muadzin dianjurkan untuk mengeraskan suara adzannya agar lebih banyak makhluk yang bersaksi kebaikan untuknya. Dalam hadits utama di sebutkan : “Tidaklah jin dan manusia serta (segala) sesuatu itu mendengar suara muadzin melainkan mereka memberikan kesaksian untuknya pada hari Kiamat. [HR Bukhari] Ibnu Hajar berkata :

وَفِي الْحَدِيث اِسْتِحْبَاب رَفْعِ الصَّوْت بِالْأَذَانِ لِيَكْثُرَ مَنْ يَشْهَدُ لَهُ مَا لَمْ يُجْهِدْهُ أَوْ يَتَأَذَّى بِهِ

Dan dalam hadis ini terdapat anjuran untuk mengeraskan suara saat adzan, agar semakin banyak yang menjadi saksi baginya (muadzin), selama tidak memberatkannya atau membuat orang lain terganggu karenanya. [Fathul Bari]

 

Abu Ayyub Al-Anshari berkata : Adzan di zaman Nabi SAW pada hari jum’at tidaklah dilakukan melainkan di hadapan beliau saat berada di atas mimbar. Ketika beliau turun (dari mimbar) maka para sahabat mendirikan shalat.

فَلَمَّا وُلِّيَ عُثْمَانُ أَمَرَ أَنْ يُؤَذَّنَ عَلَى الْمَنَارَةِ لِيَسْمَعَ النَّاسُ

Tatkala khalifah Utsman berkuasa maka beliau memerintahkan agar adzan dilakukan di atas menara supaya suara terdengar oleh orang banyak. [Fathul Bari Ibnu Rajab]

 

Dan Ibnu Abidin menyebutkan :

إنَّ أَوَّلَ مَنْ عَمِلَ الْمَنَائِرَ فِي مِصْرَ لِلْأَذَانِ مَسْلَمَةُ بْنُ مُخَلَّدٍ

“Orang pertama yang membangun menara di Mesir untuk adzan adalah (Sahabat Nabi) Maslamah bin Mukhallad al-Anshari RA”,

atas perintah dari Muawiyah bin Abi Sufyan RA di Masjid Amr bin al-‘Ash RA pada tahun 53 Hijriah. Dan orang pertama yang naik ke menara untuk mengumandangkan adzan adalah Sharhabil bin ‘Amir al-Muradi. [Ahkamul Masajid Fis Syari’ah Al-Islamiyah]

 

Dan Abdullah bin Syaqiq berkata :

مِنَ السُّنَّةِ الأَذَانُ فِي الْمَنَارَةِ، وَالإِقَامَةُ فِي الْمَسْجِدِ، وَكَانَ عَبْدُ اللهِ يَفْعَلُهُ.

Termasuk sunnah, melaksanakan adzan di menara dan iqamat di dalam masjid. Dan Abdullah (Ibnu Mas’ud RA) melakukan hal itu. [Mushannaf Ibnu Abi Syaibah]

 

Dan menurut Creswell, seorang sarjana Inggris yang mengkaji arsitektur Islam bahwa jejak menara di dunia Islam pertama kali ditemukan di Damaskus mulai 673 M dimulai sekitar 41 tahun setelah wafatnya Nabi SAW. [Republika co id] Dan ada juga yang berpendapat bahwa pembangunan menara masjid pertama kali dilakukan oleh al-Walid I - bin Abdul Malik, (Khalifah tahun 86-97 H/705-715 M dari Dinasti Umayyah) ketika memugar bekas basilika (gereja besar) Santo Johanes untuk dijadikan sebagai masjid besar (sekarang Masjid Agung Damaskus). Saat dipugar, bangunan basilika yang memiliki dua buah menara dipertahankan bahkan ditambah dengan sebuah menara baru yang kini dikenal dengan nama Menara Utara Masjid Damaskus. [islamic-center or id]

 

Lalu kedua, benarkah “menara masjid itu tidak ada gunanya jika tetangganya tidak bisa menanak nasi?”. Saya pribadi tidak menemukan keterangan yang menyatakan bahwa menara masjid itu berfungsi untuk memantau keberadaan tetangga yang miskin atau dapur yang tidak mengepul. Syeikh Ibrahim Al-Khudlayri berkata : Membangun menara dan meletakkan speaker di atasnya adalah perkara yang bermanfaat (1) untuk menyampaikan suara (adzan), meskipun muaddzin tidak lagi naik ke atas menara. (2) untuk menunjukan keberadaan masjid (terutama bagi musafir) dan (3) untuk membedakan bangunan masjid dengan rumah-rumah pada umumnya. [Ahkamul Masajid] Maka keberadaan orang yang miskin yang kelaparan itu tidak berkaitan dengan menara masjid akan tetapi berkaitan dengan pribadi kita selaku orang beriman. Rasul SAW bersabda :

لَيْسَ بِالْمُؤْمِنِ الَّذِي يَبِيتُ شَبْعَانَ، وَجَارُهُ جَائِعٌ إِلَى جَنْبِهِ

Tidaklah beriman, orang yang kenyang di malam hari sementara tetangganya lapar di sampingnya. [HR Al-Hakim]

 

Adapun dana masjid yang berkaitan dengan para tetangga adalah dengan semisal memberi jamuan minuman ataun makanan untuk jama’ah sekira hal itu dapat menarik untuk memakmurkan masjid tersebut sebagaimana keterangan dalam kitab Bughyatul Mustarsyidin.

 

Wallahu A’lam. Semoga Allah al-Bari membuka hati dan fikiran kita untuk senantiasa melakukan kebaikan dan memotivasi orang lain untuk melakukan kebaikan dengan berlandaskan ilmu dan tidak hanya mencukupkan diri dengan niat baik semata.

 

Salam Satu Hadits

Dr.H.Fathul Bari.,SS.,M.Ag

 

Pondok Pesantren Wisata

AN-NUR 2 Malang Jatim

Ngaji dan Belajar Berasa di tempat Wisata

Ayo Mondok! Mondok Itu Keren!

 

NB.

“Ballighu Anni Walau Ayah” Silahkan Share sebanyak-banyaknya kepada semua grup yang ada supaya sabda Nabi SAW menghiasi dunia maya dan menjadi amal jariyah kita semua.

Monday, November 10, 2025

UKURAN UANG BELANJA

 

ONE DAY ONE HADITH

 

Diriwayatkan dari Abdullab bin Amr bin Ash RA, Rasul SAW bersabda :

كَفَى بِالمَرْءِ إِثْماً أنْ يُضَيِّعَ مَنْ يَقُوْتُ

“Cukuplah sebagai dosa bagi suami yang menyia-nyiakan orang yang menjadi tanggungannya.”[HR Ahmad]

 

Catatan Alvers

 

Viral seorang influencer wanita mengajukan gugatan cerai dengan menuntut nafkah sebesar Rp 100 perak. Angka ini diambil sebagai simbol sekaligus penegasan bahwa selama menikah, sang istri merasa tidak diberikan nafkah yang layak oleh suaminya (9/2025). [detik com] Sebaliknya, pada tahun lalu seorang pria berprofesi sebagai model sekaligus politikus digugat cerai istrinya karena nafkah yang dinilai kurang.  Surat kabar menulis judul “Satu Sebab (istri) Gugat Cerai (suami) Karena Nafkah Kurang, Padahal Beri Rp70 Juta Lebih”. Menurut pengacara, nafkah suami untuk istrinya dinilai kurang karena tidak cukup memenuhi untuk hal lain di luar kebutuhan utama. "Mungkin dari pihak istri ngerasa kurang karena mungkin nggak bisa foya-foya, mungkin seperti itu. [tribunnews.com] Netizenpun komen : “Au. Kalau aku dikasih segitu sebulan mungkin aku umroh setiap bulan, mungkin juga udah punya apa yg ku pingin. Gilaaa tak bersyukur sekali”. “70 jt gk cukup..? Itu manusia apa Bidadari.. klo mau hidup mewah mending hidup disurga Neng.. caranya Loo mati dulu.. kwkkwkww.”

 

Dalam Islam, suami dijadikan sebagai pemimpin atau kepala rumah tangga. Dan di antara kewajibannya adalah memberikan nafkah. Allah SWT berfirman :

الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ وَبِمَا أَنفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ

Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.

[QS An-Nisa : 34]

 

Meliputi apa saja nafkah itu? Suatu ketika Mu’awiyah al-Qusyairi RA bertanya: “Wahai Rasulullah, apakah hak isteri salah seorang dari kami yang menjadi kewajiban suaminya?” Beliau bersabda :

أَنْ تُطْعِمَهَا إِذَا طَعِمْتَ وَتَكْسُوَهَا إِذَا اكْتَسَيْتَ أَوْ اكْتَسَبْتَ

”Engkau memberi makan kepadanya, jika engkau makan. Engkau memberi pakaian kepadanya, jika engkau berpakaian...”. [HR Abu Dawud]

 

Demikian pula tempat tinggal. Allah SWT berfirman :

أَسْكِنُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ سَكَنْتُمْ مِنْ وُجْدِكُمْ

Tempatkanlah mereka (para isteri) di mana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu….  [QS At-Thalaq: 6]

 

Maka ulama memberikan definsinya. Nafkah adalah sesuatu yang dikeluarkan oleh seorang suami untuk keluarganya baik berupa makanan, pakaian, tempat tinggal, dan yang selainnya [Al-Mu’jamul Wasith]. Dan dalam Kompilasi Hukum Islam BAB XII HAK DAN KEWJIBAN SUAMI ISTERI Pasal 80 ayat (4) huruf a dan b dinyatakan: (4) sesuai dengan penghasilannya, suami menanggung : a. nafkah, kiswah (pakaian) dan tempat kediaman bagi isteri; b. biaya rumah tangga, biaya perawatan dan biaya pengobatan bagi isteri dan anak.

 

Lantas berapa besaran nafkah yang wajib diberikan kepada istri? Islam tidak memberikan nominal tertentu hanya saja Islam memberikan batasan istilah “bil ma’ruf. Allah SWT berfirman :

وَعَلَى الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ

Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma’ruf ….  [QS Al-Baqarah: 233]

 

Kata Ma’ruf berarti baik atau yang diketahui. Al-Qurthubi menafsirkan kata “Ma’ruf” dengan :

بِالْمُتَعَارَفِ فِي عُرْفِ الشَّرْعِ مِنْ غَيْرِ تَفْرِيطٍ وَلَا إِفْرَاطٍ

sesuai dengan kebiasaan yang dikenal dalam syariat, tanpa berlebihan dan tanpa kekurangan. [Al-Jami’ Li Ahkamil Qur’an]

 

Dan menurut Jalaluddin Al-Mahally yang dimaksud ma’ruf adalah “Biqadri thaqatih” yakni sesuai kemampuan suami. [Tafsir Jalalain] Maka suami tidak wajib kaya namun seorang suami harusnya berusaha demi menafkahi istri dan anaknya. Allah SWT berfirman :

وَمَنْ قُدِرَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ فَلْيُنْفِقْ مِمَّا آتَاهُ اللَّهُ 

Dan orang yang disempitkan rizkinya hendaklah memberi nafkah dari apa yang telah Allah karuniakan kepadanya. [QS Ath-Thalaq : 7]

 

Ada juga suami mampu namun ia tidak mau menafkahi sebagaimana terjadi di zaman Rasl SAW. Pada suatu hari Hindun binti ‘Utbah berkata: “Wahai Rasulullah, sesungguhnya Abu Sufyan (suami) adalah seorang laki-laki yang bakhil. Dia tidak memberi (nafkah) kepadaku yang mencukupi aku dan anakku, kecuali yang aku ambil darinya sedangkan dia tidak tahu”. Maka beliau bersabda:

خُذِي مَا يَكْفِيكِ وَوَلَدَكِ بِالْمَعْرُوفِ

“Ambillah yang mencukupimu dan anakmu dengan ma’ruf (baik, patut)”.[HR Bukhari]

 

Berdosalah seorang suami jika tidak menunaikan kewajiban memberi nafkah. Dalam hadits utama, Nabi SAW bersabda : “Cukuplah berdosa seorang suami jika menyia-nyiakan orang yang menjadi tanggungannya.”[HR Ahmad] Dan Al-Khattabi berkata : Maknanya, seolah-olah ia berkata kepada orang yang bersedekah : "Janganlah bersedekah dengan sesuatu yang tidak ada kelebihan (sisa) dari kebutuhan pokok keluargamu, lalu engkau mengharapkan pahala darinya, karena bisa jadi pahala itu justru berubah menjadi dosa jika engkau menelantarkan mereka." [Aunul Ma’bud]

 

Memang benar Nabi SAW tidak memberikan batasan secara spesifik dalam urusan nafkah namun para ulama memberikan gambarannya. Abu Syuja’ berkata :

وَنَفَقَةُ الزَّوْجَةِ المُـمَكِّنَةِ مِنْ نَفْسِهَا وَاجِبَةٌ وَهِيَ مُقَدَّرَةٌ

“Nafkah bagi istri yang taat adalah wajib, dan nafkah itu memiliki takaran tertentu”. [Matnul Ghayah Wat Taqrib]

 

Lantas beliau memberikan klasifikasinya : “(1) Jika suami kaya, maka ia wajib memberinya dua mudd dari makanan pokok yang biasa dikonsumsi istrinya, serta dari lauk-pauk dan pakaian sesuai kebiasaan orang-orang kaya. (2) Jika suami miskin, maka ia cukup memberi satu mudd (675 Gram) dari makanan pokok yang umum di daerah tersebut, serta lauk dan pakaian sebagaimana yang biasa dikonsumsi dan dikenakan oleh orang-orang miskin. (3) Jika suami biasa (pertengahan), maka ia wajib memberinya satu setengah mudd, serta lauk dan pakaian yang menengah (tidak mewah dan tidak sederhana). Dan jika istri termasuk wanita yang biasanya memiliki pembantu, maka suami wajib menyediakan pembantu untuknya”. [Matnul Ghayah Wat Taqrib]

 

Seorang isteri hendaknya ridha dengan nafkah yang sedikit ketika suami berada dalam kesusahan dan kemiskinan. Dan ketika suami berada dalam kondisi cukup atau kaya maka istri tidak menuntut di atas kemampuan suami atau batas kewajaran. Rasul SAW bersabda :

لاَ يَنْظُرُ اللهُ إِلَى امْرَأَةٍ لاَ تَشْكُرُ لِزَوْجِهَا وَهِيَ لاَ تَسْتَغْنِي عَنْهُ

“Allah tidak akan melihat kepada seorang wanita yang tidak bersyukur kepada suaminya, dan dia selalu menuntut (tidak pernah merasa cukup).” [HR Nasa’i]

 

Jika kondisi yang terjadi sebagaimana kasus viral diatas, yaitu suami tidak menafkahi maka istri boleh menggugat ke pengadilan. Abu Syuja’ berkata :

وَإِنْ أَعْسَرَ بِنَفَقَتِهَا فَلَهَا فَسْخُ النِّكَاح

 Dan jika suami tidak mampu memberikan nafkah, maka istri berhak untuk menuntut pembatalan (fasakh) pernikahan." [Matnul Ghayah Wat Taqrib]

 

Wallahu A’lam. Semoga Allah al-Bari membuka hati dan fikiran para suami untuk berusaha memenuhi nafkah sesuai kadar kemampuan dan para istri tidak menuntut nafkah di luar kemampuan suami.

 

Salam Satu Hadits

Dr.H.Fathul Bari.,SS.,M.Ag

 

Pondok Pesantren Wisata

AN-NUR 2 Malang Jatim

Ngaji dan Belajar Berasa di tempat Wisata

Ayo Mondok! Mondok Itu Keren!

 

NB.

“Ballighu Anni Walau Ayah” Silahkan Share sebanyak-banyaknya kepada semua grup yang ada supaya sabda Nabi SAW menghiasi dunia maya dan menjadi amal jariyah kita semua.

Friday, November 7, 2025

LARANGAN TIDUR DI DALAM MASJID

 

ONE DAY ONE HADITH

 

Diriwayatkan dari Nafi’ (bin Abi Nuaim), Ibnu Umar RA menyatakan :

كَانَ يَنَامُ وَهُوَ شَابٌّ أَعْزَبُ لاَ أَهْلَ لَهُ فِي مَسْجِدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

”Bahwa dirinya (Ibnu Umar) ketika masih muda, bujangan, dan belum berkeluarga, ia tidur di masjid Nabawi.” [HR Bukhari]

 

Catatan Alvers

 

Nahas menimpa seorang pria bernama Arjuna (21) pada Jumat, 31 Oktober 2025 pagi hari. Ia tewas usai dianiaya sekelompok orang di Masjid Agung Sibolga, Sumut. Selain menendang korban, para pelaku juga melempar korban menggunakan kelapa dan mengambil uangnya. Awalnya korban hendak beristirahat di masjid tersebut. Saat itu, pelaku ZP (57) melarangnya dan meminta korban untuk tidak tidur di areal masjid itu. Beberapa saat kemudian, ZP melihat korban tetap beristirahat di dalam masjid, tanpa izinnya. Merasa tersinggung, ZP kemudian memanggil empat (pelaku) lainnya. [detik com] Terungkap fakta baru di balik aksi pembunuhan yang viral di media sosial tersebut, korban sempat difitnah mencuri kotak infak oleh seorang penjual sate sebelum dianaya hingga tewas. [tribunnews com]

 

Terlepas dari kasus tersebut, bagaimanakah sebenarnya hukum tidur di dalam masjid?. Masjid adalah tempat yang suci dan dimuliakan oleh kaum muslimin. Dengan kemuliaan tersebut maka menjadi rancu jika masjid digunakan seseorang untuk tidur. Namun benarkah demikian? Imam Bukhari dalam shahihnya membuat satu bab berjudul :

بَاب نَوْمِ الرِّجَالِ فِي الْمَسْجِدِ

“Bab tidurnya orang-orang laki di dalam masjid”.

Di dalam bab tersebut imam bukhari mengemukakan tiga buah hadits. Yang pertama sebagaimana dalam hadits utama diatas, Nafi menceritakan bahwa Ibnu Umar menyatakan : ”Bahwa dirinya ketika masih muda, bujangan, dan belum berkeluarga, ia tidur di masjid Nabawi.” [HR Bukhari]

 

Pada hadits kedua, diriwayatkan bahwa pada satu siang hari, Rasul SAW mengunjungi rumah Fatimah namun tidak menemukan Ali bin Abi Thalib. Hal itu terjadi karena terjadi masalah keluarga sehingga Ali tidur siang tidak di rumah. Setelah dicari ternyata Ali tidur di masjid. Rasul SAW pun mendatanginya dan menemukannya tidur dengan terkena debu. Sambil membersihkan, beliau membangunkannya :

قُمْ أَبَا تُرَابٍ قُمْ أَبَا تُرَابٍ

”Bangunlah! wahai Abu Thurab (Bapaknya debu). Bangunlah! wahai Abu Thurab.” [HR Bukhari]

 

Pada hadits ketiga, Abu hurairah menemukan Ahlus Shuffah sebanyak tujuh puluh orang dengan pakaian seadanya karena kefakiran mereka. [HR Bukhari] Dalam lain riwayat, Abdurrahman bertanya kepada Sulaiman bin yasar mengenai hukum tidur di dalam masjid. Sulaiman berkata :

كَيْفَ تَسْأَلُوْنَ عَنْ هَذَا وَقَدْ كاَنَ أَهْلُ الصُّفَّةِ يَنَامُوْنَ فِيْهِ وَيُصَلُّوْنَ فِيْهِ

Bagaimana bisa kau bertanya tentang hal ini, sedang Ahlus Shuffah tidur di masjid dan sholat disana.[Mushannaf Ibnu Abi Syaibah]

 

Mensyarahi hadits di atas, Ibnu Hajar al-Asqalani berkata : Maksudnya adalah bolehnya hal itu (tidurnya orang-orang laki di dalam masjid) dan ini adalah pendapat mayoritas ulama. Dan diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwasannya hal itu makruh kecuali bagi orang yang hendak melakukan shalat. Dan menurut Ibnu Mas’ud hukumnya makruh secara mutlaq. Dan menurut Imam Malik, hukumnya ditafsil. Jika orang itu memiliki rumah maka hukumnya makruh tidur di dalam masjid dan jika ia tidak memiliki rumah maka hukumnya mubah. [Fathul Bari]

 

Sebelum itu, Imam Bukhari juga membuat bab yaitu :

بَاب نَوْمِ الْمَرْأَةِ فِي الْمَسْجِدِ

“Bab tidurnya perempuan di Masjid”.

Di dalam bab tersebut, Imam Bukhari mengemukakan riwayat mengenai wanita berkulit hitam dari kalangan Arab yang dimerdekakan lalu tinggal bersama keluarga mereka. Satu ketika terdapat anak perempuan kecil kehilangan “Wi-syah” (selendang merah berbahan kulit). Wanita itupun dituduh mencurinya hingga ia digeledah sampai pada bagian kemaluannya namun seketika ada burung hudayyah terbang dan menjatuhkan selendang yang dicari di tengah-tengah mereka. Burung itu mengambilnya karena dikira daging. Setelah itu, wanita itu meninggalkan kampungnya dan datang kepada nabi untuk menyatakan keislamannya. Dan setiap bertemu dengan Aisyah, wanita itu berkata :

وَيَوْمَ الْوِشَاحِ مِنْ أَعَاجِيبِ رَبِّنَا

Hari selendang itu adalah di antara keajaiban tuhan kita.

 

Aisyah RA berkata : Wanita itu memiliki khiba’ (tenda kecil) di dalam masjid.  [Shahih Bukhari]

 

Ibnu Hajar berkata : Dalam hadits ini terdapat kebolehan bermalam dan beristirahat siang di masjid bagi muslim yang tidak memiliki tempat tinggal, baik laki-laki maupun perempuan, selama aman dari fitnah. Juga terdapat kebolehan untuk berteduh di dalam masjid dengan menggunakan kemah atau semisalnya. [Fathul Bari]

 

Mengenai tidur di masjid, Rasul SAW sendiri pernah melakukannya. Anas bin malik meriwayatkan bahwa pada malam Rasul SAW di-isra'kan dari Masjid Ka'bah, beliau didatangi oleh tiga orang (malaikat) sebelum beliau menerima wahyu,

وَهُوَ نَائِمٌ فِي الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ

Dan ketika itu beliau sedang tidur di Masjidil Haram. [Shahih Bukhari]

 

Namun demikian di sisi lain, kita harus memahami kewajiban kita untuk menjaga kenyamanan dan kebersihan masjid. Jika bermalam di masjid bisa menyebabkan gangguan bagi jamaah lain seperti dapat mendatangkan kotoran, bau, atau gangguan seperti nyamuk maka hal itu harus dihindari karena Nabi SAW sendiri melarang orang yang makan bawang untuk masuk masjid karena baunya bisa mengganggu kenyamanan orang lain. Dan Sayyidah Aisyah RA berkata:

أَمَرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِبِنَاءِ الْمَسَاجِدِ فِي الدُّورِ وَأَنْ تُنَظَّفَ وَتُطَيَّبَ

Rasul SAW memerintahkan untuk membangun masjid-masjid di pemukiman-pemukiman dan hendaknya masjid-masjid itu dibersihkan dan diberi wewangian. [HR Tirmidzi]

 

Dengan pertimbangan tersebut, banyak takmir melarang tidur di dalam masjid. Ashabus Syafi‘i berkata : Tidak mengapa menutup masjid di luar waktu salat, demi menjaga kebersihannya atau melindungi peralatan yang ada di dalamnya. Dan Sebagian dari mereka berkata : Ini berlaku jika dikhawatirkan masjid akan direndahkan atau barang-barang di dalamnya hilang, dan tidak ada kebutuhan untuk membukanya.

فَأَمَّا إِذَا لَمْ يُخَفْ مِنْ فَتْحِهِ مَفْسَدَةٌ وَلَا انْتِهَاكُ حُرْمَةٍ، وَكَانَ فِيهِ رِفْقٌ بِالنَّاسِ، فَالسُّنَّةُ فَتْحُهُ، كَمَا لَمْ يُغْلَقْ مَسْجِدُ النَّبِيِّ ﷺ فِي زَمَنِهِ وَلَا بَعْدَهُ

Namun jika tidak dikhawatirkan ada kerusakan atau pelanggaran kehormatan dari membukanya, dan ada kemaslahatan bagi orang-orang, maka sunnahnya adalah membukanya sebagaimana Masjid Nabi SAW tidak pernah ditutup pada zamannya maupun sesudahnya. [Fathul Bari Libni Rajab]

 

Wallahu A’lam. Semoga Allah al-Bari membuka hati dan pikiran kita untuk memahami fungsi-fungsi masjid di satu sisi dan kewajiban untuk menjaga kebersihan dan kemuliaan masjid di sisi yang lain.

 

Salam Satu Hadits

Dr.H.Fathul Bari.,SS.,M.Ag

 

Pondok Pesantren Wisata

AN-NUR 2 Malang Jatim

Ngaji dan Belajar Berasa di tempat Wisata

Ayo Mondok! Mondok Itu Keren!

 

NB.

“Ballighu Anni Walau Ayah” Silahkan Share sebanyak-banyaknya kepada semua grup yang ada supaya sabda Nabi SAW menghiasi dunia maya dan menjadi amal jariyah kita semua.