Tuesday, January 12, 2021

MUBAHALAH, APA ITU?

 




ONE DAY ONE HADITH

 

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas RA, Rasul bersabda :

مَنْ لَعَنَ شَيْئًا لَيْسَ لَهُ بِأَهْلٍ رَجَعَتِ اللَّعْنَةُ عَلَيْهِ

Barang siapa melaknat sesuatu padahal dia tidak pantas mendapatkan laknat, maka laknat tersebut akan kembali kepada dirinya sendiri. [HR Abu Dawud]

 

Catatan Alvers

 

Suatu ketika terdapat orang-orang nasrani dari daerah Najran (daerah dekat Yaman yang berjarak 1.200 KM dari kota Madinah) mereka berjumlah 60 pengendara mendatangi Nabi . Diantara mereka 14 orang yang merupakan tokoh mereka dan 3 orang menjadi pemimpinnya : (1) Abdul Masih selaku Aqib yaitu pemimpin secara umum dan pemberi keputusan. (2) Ayham selaku Sayyid, pemimpin rombongan.. Dan (3) Abul Haritsah bin Alqamah sekalu Uskup, Pemimpin ulama mereka.

 

Sesampainya di tujuan, dua orang diantara mereka berbincang-bincang dengan Nabi SAW dan Beliau mengajak mereka untuk masuk Islam namun mereka menjawab bahwa mereka telah masuk Islam bahkan sebelum Nabi .

Beliau lalu berkata :

كَذَبْتُمَا يمْنَعُكُمَا مِنَ الإسْلامِ دُعَاؤكُما لله ولدا وَعِبَادَتُكُمَا الصَّلِيبَ وأكْلُكُمَا الخِنزيرَ

“Kalian berdua dusta. Kalian tidaklah beragama Islam disebabkan kalian menganggap Allah punya anak, kalian menyembah salib, dan masih makan babi.”

 

Lalu Mereka mendebat : “Jika Isa bukan anak Allah, lalu siapa ayahnya?” Rasul SAW terdiam hingga Allah SWT menurunkan 80 an ayat dari awal surat Ali Imran sebagai jawaban dari sanggahan mereka dan keberadaan internal mereka yang berbeda-beda pendapat mengenai hakikat Nabi Isa AS itu sendiri. [Tafsir Ibnu Katsir]

 

Allah SWT menjelaskan tentang hakikat Nabi Isa AS : "Sesungguhnya perumpamaan (penciptaan) 'Isa bagi Allah, seperti (penciptaan) Adam. Dia menciptakannya dari tanah, kemudian Dia berkata kepadanya, Jadilah! Maka jadilah sesuatu itu." (59) "Kebenaran itu dari Tuhanmu, karena itu janganlah engkau (Muhammad) termasuk orang-orang yang ragu." (60)

 

Lalu jika mereka masih “ngeyel” dengan kebenaran tersebut maka Allah memerintahkan Nabi SAW untuk bermubahalah dengan mereka. Allah SWT berfirman dalam lanjutan ayat tersebut :

فَمَنْ حَاجَّكَ فِيهِ مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَكَ مِنَ الْعِلْمِ فَقُلْ تَعَالَوْا نَدْعُ أَبْنَاءَنَا وَأَبْنَاءَكُمْ وَنِسَاءَنَا وَنِسَاءَكُمْ وَأَنْفُسَنَا وَأَنْفُسَكُمْ ثُمَّ نَبْتَهِلْ فَنَجْعَلْ لَعْنَتَ اللَّهِ عَلَى الْكَاذِبِينَ

“Siapa yang menentangmu tentang Isa setelah kebenaran datang, maka katakan pada mereka, “Hei kalian (utusan Nasrani Najran), panggillah anak-anak, istri, dan kita semua ini. Setelah itu, marilah kita ber”mubahalah”. Siapa yang berdusta, semoga laknat Allah menimpa mereka.”  [QS Ali 'Imran : 61]

 

Hudzaifah RA menceritakan : Aqib dan Sayyid dari najran keduanya mendatangi Nabi SAW untuk menerima tantangan Nabi SAW untuk bermubahalah (saling melaknat), Aqib berkata kepada temannya : 

لَا تَفْعَلْ فَوَاللَّهِ لَئِنْ كَانَ نَبِيًّا فَلَاعَنَّا لَا نُفْلِحُ نَحْنُ وَلَا عَقِبُنَا مِنْ بَعْدِنَا

Jangan kamu lakukan, Demi Allah, Seandainya dia benar seorang nabi kemudian dia bermubahalah dengan kita maka kita tidak akan pernah beruntung dan begitu pula para Aqib setelah kita.

 

Kemudian keduanya berkata: wahai Rasulullah! Kami akan memberikan apa yang engkau minta kepada kami. Oleh karena itu utuslah orang kepercayaan engkau kepada kami. Dan jangan sekali-kali engkau mengutusnya kecuali memang orang itu sangat terpercaya. Maka nabi SAW bersabda: "Aku akan mengutus orang kepercayaan yang sebenar-benarnya." (Maka beliau menunjuk Abu Ubaidah bin Jarrah). [HR Bukhari]

 

Apakah Mubahalah itu? Mubahalah secara bahasa (Arab) berasal dari kata “Bahala” yang artinya melaknat, maka Mubahalah dengan diikutkan wazan “Mufaalah” artinya Saling melaknat. [Kamus Al-Misbah Al-Munir] dan perbuatan mubahalah didefinisikan :

اجْتَمَعُوا فَتَدَاعَوْا فَاسْتَنْزَلُوا لَعْنَةَ اللهِ عَلَى الظَّالِمِ مِنْهُمْ

Dua kubu berkumpul lalu saling menuduh dan meminta agar laknat Allah diturunkan kepada kelompok yang dzalim (berdusta atau salah) di antara keduanya. [Al-Mu’jam Al-Wasith]

 

Singkat kata, Mubahalah itu artinya perang doa atau menyerahkan keputusan Allah agar Allah menghukum langsung siapa di antara mereka (kedua kubu yang berseteru) yang berdusta (salah) bahkan hukuman itu juga ditimpakan kepada keluarganya. Syeikh Ibnu Abidin (1198-1252 H) berkata :  Mubahalah itu disyariatkan (juga) di zaman kita (sekarang). [Al-Masu’ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah] Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani berkata : Dalam Kisah penduduk Nejran (dalam hadits di atas) terdapat beberapa pelajaran, yaitu bahwa (1) pengakuan orang kafir terhadap kenabian itu tidak menjadikan mereka otomatis masuk islam sampai ia menetapi hukum-hukum Islam (lainnya). (2). Bolehnya berdebat dengan Ahli Kitab bahkan wajib hukumnya jika menjadi jalan satu-satunya untuk mendapatkan kemaslahatan. (3) Disyariatkan mubahalah terhadap “Al-Mukhalif” (orang yang menyelisihi pendapat) jika ia tetap bersikukuh dengan pendapatnya padahal hujjah (argumen) telah terang benderang. [Fathul Bari]

 

Imam Ibnu Hajar juga berkata: Berdasarkan pengalaman, laknat dari mubahalah akan menimpa orang atau kelompok yang bathul tidak lebih dari setahun dari pelaksanaan mubahalah tersebut. Aku juga pernah bermubahalah dengan orang yang fanatik terhadap sebagian kaum Atheis dan tidak sampai dua bulan sehingga orang tersebut terkena laknatnya.[Fathul Bari

 

Asy-Syaikh Tsana`ullah Al-Amru Tasri seorang ulama dari India yang menentang keras keberadaan Mirza Ghulam Ahmad yang mengaku menjadi nabi. Penentangan ini disebar luaskan dalam Majalahnya dan akhirnya sampai juga kepada Ghulam Ahmad dan membuatnya geram. Iapun mengeluarkan pernyataan pada tanggal 15 April 1907 dan menyuruhnya untuk dipublikasikan di majalahnya. Ringkasnya adalah : “Jika aku (Mirza Ghulam) pendusta maka aku akan binasa di masa hidupmu dan berarti aku bukan Nabi. Tapi jika aku benar bukan pendusta, maka aku akan mendapat kemuliaan dalam bentuk bercakap dengan Allah, serta aku adalah Al-Masih yang dijanjikan dan Kau (Syeikh Tsana`ullah) akan dimatikan di masa hidupku dengan penyakit-penyakit yang membinasakan seperti tha’un dan kolera atau penyakit-penyakit selainnya.

 

Apa yang terjadi? 13 bulan kemudian, Mirza Ghulam yang tertimpa laknatnya sendiri. Ia buang air besar di ranjangnya dan muntah-muntah hingga mati terkena kolera tanggal 26 Mei 1908 sementara Syaikh Tsana`ullah tetap hidup setelahnya hampir 40 tahun. [kompasiana com/iwanbudiarso] Demikianlah, Mirza Ghulam terkena laknatnya sendiri sebagaimana hadits utama di atas dan lebih dijelaskan dalam hadits berikut :

إِنَّ الْعَبْدَ إِذَا لَعَنَ شَيْئًا صَعِدَتِ اللَّعْنَةُ إِلَى السَّمَاءِ فَتُغْلَقُ أَبْوَابُ السَّمَاءِ دُونَهَا، ثُمَّ تَهْبِطُ إِلَى الْأَرْضِ فَتُغْلَقُ أَبْوَابُهَا دُونَهَا، ثُمَّ تَأْخُذُ يَمِينًا وَشِمَالًا، فَإِذَا لَمْ تَجِدْ مَسَاغًا رَجَعَتْ إِلَى الَّذِي لُعِنَ، فَإِنْ كَانَ لِذَلِكَ أَهْلًا وَإِلَّا رَجَعَتْ إِلَى قَائِلِهَا

“Jika seorang hamba melaknat sesuatu, maka laknat itu akan naik ke langit, dan tertutuplah pintu-pintu langit di bawahnya. Kemudian laknat itu akan turun lagi ke bumi, namun pintu-pintu bumi telah tetutup. Laknat itu kemudian bergerak ke kanan dan ke kiri. Jika tidak mendapatkan tempat berlabuh, ia akan menghampiri orang yang dilaknat, jika orang itu memang layak dilaknat. Namun jika tidak, maka laknat itu akan kembali kepada orang yang melaknat.” [HR Abu Dawud] Wallahu A’lam. Semoga Allah al-Bari membuka hati dan fikiran kita untuk tidak gampang melaknat orang lain kecuali dalam hal besar yang disyariatkan dan mengandung kemaslahatan yang besar.

 

Salam Satu Hadits

Dr.H.Fathul Bari.,SS.,M.Ag

 

Pondok Pesantren Wisata

AN-NUR 2 Malang Jatim

Ngaji dan Belajar Berasa di tempat Wisata

Ayo Mondok! Mondok Itu Keren!

 

NB.

“Ballighu Anni Walau Ayah” Silahkan Share sebanyak-banyaknya kepada semua grup yang ada supaya sabda Nabi menghiasi dunia maya dan menjadi amal jariyah kita semua.

0 komentar:

Post a Comment