إنَّ اللّهَ أَوْحَىٰ إِلَيَّ أَنْ تَوَاضَعُوا حَتَّىٰ لاَ يَفْخَرَ أَحَدٌ علىٰ أَحَدٍ، وَلاَ يَبْغِيَ أَحَدٌ عَلَىٰ أَحَدٍ

"Sesungguhnya Allah telah mewahyukan kepadaku untuk menyuruh kalian bersikap rendah hati, sehingga tidak ada seorang pun yang membanggakan dirinya di hadapan orang lain, dan tidak seorang pun yang berbuat aniaya terhadap orang lain." [HR Muslim]

أَرْفَعُ النَّاسِ قَدْرًا : مَنْ لاَ يَرَى قَدْرَهُ ، وَأَكْبَرُ النَّاسِ فَضْلاً : مَنْ لَا يَرَى فَضْلَهُ

“Orang yang paling tinggi kedudukannya adalah orang yang tidak pernah melihat kedudukannya. Dan orang yang paling mulia adalah orang yang tidak pernah melihat kemuliannya (merasa mulia).” [Syu’abul Iman]

الإخلاص فقد رؤية الإخلاص، فإن من شاهد في إخلاصه الإخلاص فقد احتاج إخلاصه إلى إخلاص

"Ikhlas itu tidak merasa ikhlas. Orang yang menetapkan keikhlasan dalam amal perbuatannya maka keihklasannya tersebut masih butuh keikhlasan (karena kurang ikhlas)." [Ihya’ Ulumuddin]

عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِى إِلَى الْبِرِّ وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِى إِلَى الْجَنَّةِ وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَصْدُقُ وَيَتَحَرَّى الصِّدْقَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ صِدِّيقًا

"Hendaklah kalian senantiasa berlaku jujur, karena sesungguhnya kejujuran akan megantarkan pada kebaikan dan sesungguhnya kebaikan akan mengantarkan pada surga. Jika seseorang senantiasa berlaku jujur dan berusaha untuk jujur, maka dia akan dicatat di sisi Allah sebagai orang yang jujur." [HR Muslim]

يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوْبِ، ثَبِّتْ قَلْبِيْ عَلَى دِيْنِكَ.

“Ya Allah, Dzat yang membolak-balikkan hati, tetapkanlah hatiku pada agamaMu.”[HR Ahmad]

Monday, August 18, 2025

SEDEKAH SAAT SEHAT #8

 

ONE DAY ONE HADITH

 

Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA, Rasul SAW Bersabda :

 أَنْ تَصَدَّقَ وَأَنْتَ صَحِيحٌ حَرِيصٌ تَأْمُلُ الْغِنَى وَتَخْشَى الْفَقْرَ

(Sedekah yang paling Afdhal adalah) engkau bersedekah saat kondisi sehat dan ingin menumpuk harta, ingin kaya dan takut fakir. [HR Bukhari]

 

Catatan Alvers

 

Seorang milliarder asal Sydney, Australia bernama Ali Banat bergaya hidup mewah. Ia memiliki mobil sport seharga US$ 600.000 atau sekitar Rp 8,7 miliar dan gelang US$ 60.000 atau sekitar Rp 870 juta. Namun selanjutnya ia melakukan sedekah besar-besaran, mengorbankan seluruh hartanya untuk didonasikan bagi kaum miskin di Afrika. Ia juga membuat proyek galang dana online bernama “Muslim Around the World Project” (MATW Project) untuk membangun ‘kampung miskin’ di sebuah wilayah terpencil bernama Togo, Afrika Barat. Kampung itu berisi rumah, sekolah, masjid dan fasilitas penunjang kesejahteraan hidup lainnya untuk warga di sana yang ia sebut sebagai “saudara”. Berkat aksi kemanusiaanya itu, Ali Banat menjadi sosok filantropis terkenal di dunia.

 

Langkah ini dilakukan Banat setelah ia jatuh sakit dan dokter menyatakan Ali Banat mengidap kanker dan hanya punya waktu tujuh bulan untuk bertahan hidup. Banat menyebut kanker yang menggerogoti seluruh badannya sebagai hadiah dari Allah. Ia berkata : "Ini hadiah karena Allah memberi kesempatan bagi saya untuk berubah." kanker telah membukakan matanya sehingga ia menyadari betapa besarnya besarnya karunia dia terima selama ini, seperti menghirup udara secara gratis, sesuatu yang tak terlintas di benaknya selama ini. "Saya ingin meninggalkan dunia tanpa satu pun harta benda," katanya. Dan iapun meninggal dunia pada 2018 silam tepat pada bulan mulia, Ramadhan. [pikiran-rakyat com] Luar biasa , kisah yang bisa menjadi inspirasi kita ini.

 

Sedekah pada saat kapanpun adalah baik namun demikian ada sedekah yang lebih baik dari lainnya. Satu ketika sahabat bertanya : “Wahai Rasulullah, Apakah sedekah yang paling afdhal?” maka Rasul SAW menjawab sebagaimana pada hadits utama : “(Sedekah yang paling Afdhal adalah) engkau bersedekah saat kondisi sehat dan ingin menumpuk harta, ingin kaya dan takut fakir”. [HR Bukhari]

 

Dalam riwayat lain, Rasul SAW bersabda :

أَنْ تَصَدَّقَ وَأَنْتَ صَحِيحٌ حَرِيصٌ تَأْمُلُ الْبَقَاءَ وَتَخْشَى الْفَقْرَ

“(Sedekah yang paling Afdhal adalah) engkau bersedekah saat kondisi sehat dan ingin hidup selamanya, ingin kaya dan takut fakir”. [HR Abu Dawud]

 

Dalam riwayat lain, Rasul SAW bersabda :

أَنْ تَصَدَّقَ وَأَنْتَ صَحِيحٌ شَحِيحٌ تَأْمُلُ الْعَيْشَ وَتَخْشَى الْفَقْرَ

“(Sedekah yang paling Afdhal adalah) engkau bersedekah saat kondisi sehat dan bersifat pelit serta takut fakir”. [HR An-Nasa’i]

 

Mengapa saat sehat, sedekah menjadi terbaik? Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani berkata: (1) Karena harta itu terasa berat bagi jiwa untuk dikeluarkan pada waktu itu sehingga menjadi sesuatu yang dicintai sedangkan Allah Ta’ala berfirman:

لَن تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّىٰ تُنفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ

Kamu sekali-kali tidak akan memperoleh kebajikan yang sempurna sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. [QS Āli ‘Imrān : 92].

 

(2) Karena dalam keadaan sehat biasanya seseorang merasa berat untuk mengeluarkan harta, disebabkan tipu daya setan yang menakutinya dengan kefakiran, dan memperindah angan-angan panjang umur serta kebutuhan kepada harta. Sebagaimana firman Allah Ta‘ālā:

الشَّيْطَانُ يَعِدُكُمُ الْفَقْرَ

Setan menjanjikan kamu dengan kemiskinan. [QS al-Baqarah : 268].

 

Juga, kadang setan memperindah baginya (pemikiran) untuk berbuat curang dalam wasiat atau menarik kembali wasiatnya, maka yang lebih utama adalah sedekah segera (langsung dikeluarkan saat hidup). Sebagian salaf berkata tentang orang-orang yang bergelimang kemewahan: "Mereka bermaksiat kepada Allah dalam harta mereka sebanyak dua kali: (pertama) mereka bakhil dengan hartanya ketika harta itu masih di tangan mereka, maksudnya ketika masih hidup; dan (kedua) mereka berlebihan ketika harta itu telah keluar dari tangan mereka, maksudnya setelah (dekat dengan) kematiannya (dengan banyak berwasiat)." [Fathul Bari]

 

Dengan demikian, sedekah terbaik adalah saat kondisi sehat dan merasa hidupnya masih akan lama, ingin lebih kaya, dan takut fakir jika bersedekah. Rasul SAW membuat perumpamaan : 

مَثَلُ الَّذِي يَعْتِقُ عِنْدَ الْمَوْتِ كَمَثَلِ الَّذِي يُهْدِي إِذَا شَبِعَ

Perumpamaan orang yang memerdekakan budak saat menjelang kematiannya adalah seperti orang yang memberi hadiah setelah ia kenyang. [HR Abu Dawud]

 

Sama-sama baiknya, namun sedekah di saat sehat memiliki pahala yang jauh lebih besar daripada sedekah di saat sudah mendekati ajal. Rasul SAW bersabda :

لَأَنْ يَتَصَدَّق الرَّجُل فِي حَيَاته وَصِحَّته بِدِرْهَمٍ خَيْر لَهُ مِنْ أَنْ يَتَصَدَّق عِنْد مَوْته بِمِائَةٍ

Seseorang bersedekah dengan satu dirham di masa hidup dan sehatnya itu lebih baik baginya daripada bersedekah seratus dirham di saat (dekat dengan) kematiannya. [HR Abu Dawud]

 

Saya menyebutkan kisah di atas sebagai inspirasi untuk bersedekah kapanpun, baik diwaktu sehat maupun ketika sakit dan divonis mati. Hal ini dikarenakan banyak juga orang yang sudah divonis akan mati dalam waktu dekat namun ia menghabiskan hartanya untuk pengobatan yang mahal ataupun untuk foya-foya supaya mati dalam keadaan bahagia menurut versinya sendiri. Sekali lagi, saya tidak bermaksud untuk mengecilkan nilai sedekah dalam kisah di atas. Kisah tersebut juga memotivasi kita agar bersedekah tidak menunggu divonis karena kematian tidak selalu terdeteksi oleh dokter bahkan datang secara tiba-tiba.

 

Wallahu A’lam. Semoga Allah al-Bari membuka hati dan fikiran kita agar berbagi kebahagiaan kepada orang lain dengan bersedekah di saat sehat dan tidak menunggu kaya atau bahkan menunggu dekat dengan ajal.

 

Salam Satu Hadits,

Dr. H. Fathul Bari, SS., M.Ag

 

Pondok Pesantren Wisata

AN-NUR 2 Malang Jatim

Sarana Santri ber-Wisata Rohani Wisata Jasmani

Ayo Mondok! Mondok itu Keren!

WA Auto Respon :  0858-2222-1979

 

NB.

“Ballighu Anni Walau Ayah” Silahkan Share sebanyak-banyaknya kepada semua grup yang ada. Al-Hafidz Ibnul Jawzi berkata : _Barang siapa yang ingin amalnya tidak terputus setelah ia wafat maka sebarkanlah ilmu._ [At-Tadzkirah Wal Wa’dh]

Tuesday, August 12, 2025

NABI DARI YAMAN?

 

ONE DAY ONE HADITH

 

Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA, Rasul SAW Bersabda :

الْإِيمَانُ يَمَانٍ وَالْحِكْمَةُ يَمَانِيَةٌ

“Iman itu Yamani dan Hikmah itu Yamaniyah.” [HR Bukhari]

 

Catatan Alvers

 

Beredar potongan video di medsos dengan caption “Sholawat Yamani tidak sesuai syariat”, terdapat seorang muballigh berkata: “Ada shalawat yang sampai sekarang saya berpikir ini bagaimana, yaitu :

صَـــلاَةُ  اللهْ عَلـَى طَهَ اليَمَانِي      شَفِيْعِ الخَـْلِق فِيْ يَوْمِ القِـيَامَة

Semoga shalawat takdzim Allah selalu tercurah kepada Thaha Al-yamani, pemberi syafaat makhluq pada hari kiamat. Kenapa disebutkan dengan redaksi Al-Yamani (Nabi sebagai orang Yaman), kenapa bukan Al-Makky (orang Mekkah)? Coba Anda pikir! Mulai dari dulu dinyatakan bahwa “lahirnya nabi di Mekkah dan hijrahnya ke Madinah” dimanapun keterangan, baik itu di kitab Taurat maupun kitab lainnya demikian. Tapi kenapa pada redaksi shalawat itu disebut Thaha Al-Yamani (Nabi Muhammad SAW adalah orang yaman)? Yang benar kan (Al-Makky, orang Mekkah)? Loh Anda kok bingung? Apakah Anda baru menyadari kejanggalan ini? Wah... ini akan menjadi viral lagi ini! Kenapa para kyai diam (tidak meluruskan hal ini?)”.

 

Begitu mendegar potongan videonya, saya langsung berpikir mengenai motivasinya apakah ini startegi menjadi viral seperti yang dikatakan oleh peribahasa “Khalif Tu’raf” (Nyeleneh-lah niscaya kau menjadi viral) ataukah merupakan gambaran dari gegabahnya sang muballigh karena ia tidak mempelajari secara mendalam apa yang akan disampaikannya? Ataukah ada motif lain? Yang jelas apapun motifnya, jika statement tersebut tidak diluruskan maka akan banyak yang salah paham sehingga akan menuduh bahwa shalawat tersebut adalah sesat sebagaimana ditulis dalam caption atau bahkan bisa memperuncing perdebatan yang ada selama ini.

 

Perkataan “Thaha Al-yamani”, itu jelas yang dimaksudkan dari kata “Thaha” pada redaksi shalawat itu adalah Nabi Muhammad SAW, terlepas dari perdebatan mengenai maksud dari Thaha itu sendiri. Lantas bagaimana maksud dari kata Yamani? Kata yamani itu merupakan nisbat kepada Yaman dan yang dimaksudkan dengan Yamani adalah Makkah dan Madinah itu sendiri. Mengapa demikian? Boleh jadi penulis shalawat tersebut berpendapat demikian dengan mengikuti pendapat yang mengatakan bahwa kata “Yamani” sebagaimana dalam hadits diatas berarti Mekkah Madinah. Imam Nawawi mengutip alasan dari pendapat tersebut, yaitu :

وَنَسَبَهُمَا إِلَى الْيَمَنِ لِكَوْنِهِمَا حِينَئِذٍ مِنْ نَاحِيَة الْيَمَنِ ، كَمَا قَالُوا الرُّكْنُ الْيَمَانِيُّ وَهُوَ بِمَكَّة لِكَوْنِهِ إِلَى نَاحِيَة الْيَمَنِ

Rasul SAW menisbatkan Mekkah dan madinah kepada Yaman karena saat itu (ketika Nabi SAW bersabda) Mekkah dan Madinah berada pada arah Yaman. Hal ini sebagaimana orang-orang menamakan salah satu rukun atau pojok dari bangunan ka’bah dengan nama “Rukun Yamani” padahal ia ada di Mekkah, Hal itu dikarenakan rukun Yamani itu berada pada posisi arah Yaman. [Syarah An-Nawawi]

 

Yaqut Al-Hamawy mengutip perkataan Al-Mada’iny yang berkata :

تِهَامَةُ مِنَ الْيَمَنِ .... وَمَكَّةُ مِنْ تِهَامَةَ

"Tihamah termasuk wilayah Yaman, ... dan Makkah termasuk wilayah Tihamah." [Mu’jamul Buldan]

 

Maka dengan demikian, sah-sah saja mengatakan Rasulullah Al-Yamani (dari Yaman) atau Rasulullah At-tihami (dari tihamah) sebagaimana qashidah “ Shallu Alal Mab’uts min Tihamah”. (Bershalawatlah kepada Nabi, utusan yang berasal dari Tihamah).

 

Jadi dari keterangan ini menjadi jelas bahwa pengarang shalawat tersebut tidak ingin memalsukan asal muasal Nabi Muhammad SAW yang berasal dari Mekkah kemudian menjadi dari Yaman. Karena mengerti makna yang seperti ini maka para kyai diam diam saja dan tidak memprotes redaksi shalawat ini sebagaimana dipertanyakan oileh muballigh diatas.

 

Hadits utama di atas merupakan hadits shahih. Hadits tersebut tercantum dalam Shahih bukhari dalam Bab Firman Allah yang menjelaskan bahwa manusia itu tercipta dengan berbangsa-bangsa dan bersuku-suku. Dan pada Bab kedatangan Asy’ariyyin dan penduduk Yaman. Hadits tersebut juga tercantum dalam Shahih Muslim dalam Bab Keutamaan yang Berbeda-beda di Antara Orang-Orang Beriman dan Keunggulan Penduduk Yaman dalam Hal Itu. Dan juga dalam Sunan Turmudzi dalam Bab Keutamaan Yaman.

 

Redaksi lengkapnya dari hadits utama di atas adalah:

أَتَاكُمْ أَهْلُ الْيَمَنِ هُمْ أَرَقُّ أَفْئِدَةً وَأَلْيَنُ قُلُوبًا الْإِيمَانُ يَمَانٍ وَالْحِكْمَةُ يَمَانِيَةٌ وَالْفَخْرُ وَالْخُيَلَاءُ فِي أَصْحَابِ الْإِبِلِ وَالسَّكِينَةُ وَالْوَقَارُ فِي أَهْلِ الْغَنَمِ

“Telah datang penduduk Yaman kepada kalian, mereka adalah kaum yang paling lembut hatinya. Iman itu ada pada orang Yaman. Hikmah itu juga ada pada orang Yaman. Sedangkan kesombongan itu berada pada para pemilik unta sedangkan ketenangan dan kewibawaan berada pada pemilik kambing.” [HR Bukhari]

 

Ketika mensyarahi hadits tersebut, Ibnu Hajar Al-Asqalani berkata : Ada tiga pendapat dalam menafsiri kata Yamani ini, yaitu (1): adalah

أَنَّ مَبْدَأَ الْإِيمَانِ مِنْ مَكَّةَ لِأَنَّ مَكَّةَ مِنْ تِهَامَةَ وَتِهَامَةُ مِنَ الْيَمَنِ

bahwa asal mula iman berasal dari Makkah, karena Makkah termasuk wilayah Tihāmah, dan Tihāmah termasuk bagian dari Yaman.

 

(2) Yang dimaksud dengan Yaman adalah (arah) Yaman yaitu Makkah dan Madinah, karena ucapan ini disampaikan ketika beliau berada di Tabuk. Maka pada saat itu, Madinah, jika dibandingkan dengan tempat beliau berada, berada di arah Yaman. [Fathul Bari]

 

Imam Nawawi juga mendatangkan keterangan yang sama dan beliau menambahkan pada pendapat keduan ini  “Diriwayatkan dalam hadis bahwa Nabi mengucapkan perkataan ini ketika beliau berada di Tabuk, sedangkan Makkah dan Madinah ketika itu berada di antara beliau dan Yaman. Maka beliau menunjuk ke arah Yaman, sementara yang beliau maksud adalah Makkah dan Madinah. Beliau bersabda, "Iman itu dari Yaman", dan beliau menisbatkan keduanya kepada Yaman karena pada saat itu keduanya berada di arah Yaman. {Syarah An-Nawawi]

 

(3) Pendapat ini dipilih oleh Abu ‘Ubayd (W 224 H) — bahwa yang dimaksud dengan sabda itu adalah kaum Anshar, karena mereka pada asalnya berasal dari Yaman, maka iman dinisbatkan kepada mereka karena mereka adalah para penolong Nabi. [Fathul Bari]

 

Ibnus Shalah (W 642 H) berkata: “Seandainya mereka memperhatikan lafadh hadits tersebut, tentu mereka tidak memerlukan takwil seperti itu sebab sabda beliau ‘Telah datang kepada kalian penduduk Yaman’ adalah khithab (seruan) kepada orang-orang yang hadir, dan di antara mereka ada kaum Anṣār. Maka sudah pasti bahwa yang datang itu adalah selain mereka (orang anshar). Makna hadits tersebut adalah memuji orang-orang yang datang itu dengan sifat kekuatan iman dan kesempurnaannya, dan tidak memiliki pengertian pembatasan.

 

ثُمَّ الْمُرَاد الْمَوْجُودُونَ حِينَئِذٍ مِنْهُمْ لَا كُلُّ أَهْلِ الْيَمَنِ فِي كُلّ زَمَانٍ

Selanjutnya, yang dimaksud adalah orang-orang dari Yaman yang hadir saat itu, bukan semua penduduk Yaman pada setiap zaman.” [Fathul Bari]

 

Ibn Ḥajar sendiri setelah itu menjelaskan bahwa tidak ada halangan untuk memahami sabda Nabi iman itu dari Yaman dengan makna yang lebih luas daripada penjelasan Abu ‘Ubaid dan Ibnus Shalah di atas. Kata Yaman mencakup kepada orang yang dinisbatkan ke Yaman baik karena tempat tinggal (bis sukna) maupun karena keturunan/suku (bil qabilah). Akan tetapi makna yang lebih kuat (adzhar) adalah mereka yang dinisbatkan ke Yaman karena bertempat tinggal di sana. [Fathul Bari]

 

Wallahu A’lam. Semoga Allah al-Bari membuka hati dan fikiran kita agar mendalami ilmu pengetahuan agama sehingga tidak mudah terprofokasi dengan retorika yang menjerumuskan dalam perpecahan.

 

Salam Satu Hadits,

Dr. H. Fathul Bari, SS., M.Ag

 

Pondok Pesantren Wisata

AN-NUR 2 Malang Jatim

Sarana Santri ber-Wisata Rohani Wisata Jasmani

Ayo Mondok! Mondok itu Keren!

WA Auto Respon :  0858-2222-1979

 

NB.

“Ballighu Anni Walau Ayah” Silahkan Share sebanyak-banyaknya kepada semua grup yang ada. Al-Hafidz Ibnul Jawzi berkata : _Barang siapa yang ingin amalnya tidak terputus setelah ia wafat maka sebarkanlah ilmu._ [At-Tadzkirah Wal Wa’dh]

 

 

 

 


 

Thursday, July 24, 2025

SOLUSI BAGI YANG BERTAQWA

 

ONE DAY ONE HADITH

 

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas RA, Rasul SAW Bersabda :

مَنْ لَزِمَ الِاسْتِغْفَارَ جَعَلَ اللَّهُ لَهُ مِنْ كُلِّ هَمٍّ فَرَجًا وَمِنْ كُلِّ ضِيقٍ مَخْرَجًا وَرَزَقَهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ

"Barang siapa yang senantiasa beristighfar, niscaya Allah akan menjadikan untuknya jalan keluar dari setiap kesusahan, kelapangan dari setiap kesempitan, dan memberinya rezeki dari arah yang tidak ia sangka-sangka." [HR Ibnu Majah]

 

Catatan Alvers

 

Kita sering kali mendengar wasiat taqwa bahkan setiap hari jumat kita mendengar khatib menyampaikan pesan taqwa. Taqwa itu mudah diucapkan namun sulit dilakukan. Umar Bin Abdul Aziz RA berpesan : Aku berwasiat kepadamu agar bertakwa kepada Allah – ‘Azza wa Jalla – takwa yang tidak diterima (satu amalan) selain dengannya, tidak ada rahmat kecuali bagi pelakunya, dan tidak ada pahala kecuali atasnya.

إِنَّ الواعِظِينَ بِهَا كَثِيرٌ، وَالعَامِلِينَ بِهَا قَلِيلٌ

“Sesungguhnya orang yang memberikan nasehat tentang taqwa itu jumlahnya banyak namun yang melakukan taqwa jumlahnya sedikit”.

Semoga Allah menjadikan kita termasuk orang-orang yang bertakwa. [Jamiul Ulum Wal Hikam]

 

Apakah taqwa itu? Imam As-Suyuthi berkata :

التَّقْوَى بِامْتِثَالِ الْأَوَامِرِ وَاجْتِنَابِ النَّوَاهِي

Taqwa itu didapat dengan menjalankan semua perintah dan menjauhi semua larangan (Allah). [Tafsir Jalalain]

 

Orang yang bertaqwa bukan berarti ia tidak pernah melakukan dosa karena tiada orang yang tak berdosa, bukankah manusia itu tempatnya salah dan lalai. Allah SWT mendeskripsikan beberapa karakter orang-orang yang bertaqwa, diantaranya :

وَالَّذِينَ إِذَا فَعَلُوا فَاحِشَةً أَوْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ ذَكَرُوا اللَّهَ فَاسْتَغْفَرُوا لِذُنُوبِهِمْ

"Dan (orang yang bertaqwa adalah) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menzalimi diri sendiri, maka mereka ingat kepada Allah lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka..." [QS. Āli ‘Imrān: 135]

 

Jadi orang yang bertaqwa itu banyak beristighfar memohon ampunan dari Allah SWT. Dan orang yang bertaqwa itu bukan berarti orang yang tidak pernah memiliki masalah, bukan demikian karena dunia ini tempat ujian dan masalah namun mereka tatkala mendapati ujian berat maka Allah akan solusi baginya bahkan dalam hadits utama Nabi SAW bersabda : "Barang siapa yang senantiasa beristighfar, niscaya Allah akan menjadikan untuknya jalan keluar dari setiap kesusahan, kelapangan dari setiap kesempitan, dan memberinya rezeki dari arah yang tidak ia sangka-sangka." [HR Ibnu Majah]

Dan hadits ini sesuai dengan firman Allah SWT :

وَمَن يَتَّقِ ٱللَّهَ يَجْعَل لَّهُۥ مَخْرَجًا وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ

Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar.Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya.[QS ath-thalaq:2-3]

 

 

 

 

Dalam Tafsir Jalalain dikisahkan bahwa Nabi sulaiman AS memiliki kendaraan berupa kuda balap yang gagah perkasa (Shafinatul Jiyad) untuk jihad sejumlah 1000 ekor kuda. Di siang hari beliau mempersiapkan kuda-kuda tersebut hingga matahari terbenam tanpa terasa dan waktu beribadahpun terlewat begitu saja. Nabi Sulaiman berkata :

إِنِّي أَحْبَبْتُ حُبَّ الْخَيْرِ عَنْ ذِكْرِ رَبِّي حَتَّى تَوَارَتْ بِالْحِجَابِ

"Sesungguhnya aku sangat menyukai kuda sehingga aku lalai mengingat Tuhanku sampai matahari terbenam." [QS Shad 32]

 

Allah memperingatkan agar orang yang beriman tidak dilalaikan oleh harta, Allah SWT berfirman :

ياَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تُلْهِكُمْ اَمْوَالُكُمْ وَلَآ اَوْلَادُكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللّٰهِ

Wahai orang-orang yang beriman, janganlah harta bendamu dan anak-anakmu membuatmu lalai dari mengingat Allah. [QS Al-Munafiqun : 9]

 

Setelah menyadari akan hal itu dan menyesalinya maka beliau menyembelih semua kuda-kudanya. [Tafsir Jalalain]

 

Setelah beliau mengurbankan semua kudanya, Lantas apakah beliau harus jalan kaki kemana-mana? Lambat, capek? Tentu tidak, bukankah Allah telah berjanji akan mengganti dengan yang lebih baik dalam hadits di atas. Ya, Allah menggantikan untuknya sesuatu yang lebih baik dari kuda-kuda tersebut, yakni angin yang bisa berhembus dengan perintahnya, Allah SWT berfirman :

فَسَخَّرْنَا لَهُ الرِّيحَ تَجْرِي بِأَمْرِهِ رُخَاءً حَيْثُ أَصَابَ

Kemudian Kami tundukkan kepadanya angin yang berhembus dengan baik menurut ke mana saja yang dikehendakinya, [QS Shad 36]

Sungguh angin yang dimiliki nabi sulaiman adalah kendaraan tercepat di zamannya yaitu kuda. Bagaimana tidak? Allah SWT berfirman :

غُدُوُّهَا شَهْرٌ وَرَوَاحُهَا شَهْرٌ

perjalanan angin dari pagi hingga siang setara dengan sebulan berkendara dengan kuda tercepat dan perjalanan angin dari siang hingga sore setara dengan sebulan berkendara dengan kuda tercepat. [QS Saba’: 12]

 

Demikianlah Nabi sulaiman telah mendapatkan ganti yang lebih baik dari apa yang ditinggalkannya karena Allah SWT sesuai dengan janji Allah yang dikukuhkan oleh sabda Rasul SAW.

 

Wallahu A’lam. Semoga Allah al-Bari membuka hati dan fikiran kita agar melanggengkan istigfar dan berusa menjadi orang yang taqwa sehingga kita senantiasa mendapatkan solusi dalam setiap problematika kehidupan kita.

 

Salam Satu Hadits,

Dr. H. Fathul Bari, SS., M.Ag

 

Pondok Pesantren Wisata

AN-NUR 2 Malang Jatim

Sarana Santri ber-Wisata Rohani Wisata Jasmani

Ayo Mondok! Mondok itu Keren!

WA Auto Respon :  0858-2222-1979

 

NB.

“Ballighu Anni Walau Ayah” Silahkan Share sebanyak-banyaknya kepada semua grup yang ada. Al-Hafidz Ibnul Jawzi berkata : _Barang siapa yang ingin amalnya tidak terputus setelah ia wafat maka sebarkanlah ilmu._ [At-Tadzkirah Wal Wa’dh]