إنَّ اللّهَ أَوْحَىٰ إِلَيَّ أَنْ تَوَاضَعُوا حَتَّىٰ لاَ يَفْخَرَ أَحَدٌ علىٰ أَحَدٍ، وَلاَ يَبْغِيَ أَحَدٌ عَلَىٰ أَحَدٍ

"Sesungguhnya Allah telah mewahyukan kepadaku untuk menyuruh kalian bersikap rendah hati, sehingga tidak ada seorang pun yang membanggakan dirinya di hadapan orang lain, dan tidak seorang pun yang berbuat aniaya terhadap orang lain." [HR Muslim]

أَرْفَعُ النَّاسِ قَدْرًا : مَنْ لاَ يَرَى قَدْرَهُ ، وَأَكْبَرُ النَّاسِ فَضْلاً : مَنْ لَا يَرَى فَضْلَهُ

“Orang yang paling tinggi kedudukannya adalah orang yang tidak pernah melihat kedudukannya. Dan orang yang paling mulia adalah orang yang tidak pernah melihat kemuliannya (merasa mulia).” [Syu’abul Iman]

الإخلاص فقد رؤية الإخلاص، فإن من شاهد في إخلاصه الإخلاص فقد احتاج إخلاصه إلى إخلاص

"Ikhlas itu tidak merasa ikhlas. Orang yang menetapkan keikhlasan dalam amal perbuatannya maka keihklasannya tersebut masih butuh keikhlasan (karena kurang ikhlas)." [Ihya’ Ulumuddin]

عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِى إِلَى الْبِرِّ وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِى إِلَى الْجَنَّةِ وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَصْدُقُ وَيَتَحَرَّى الصِّدْقَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ صِدِّيقًا

"Hendaklah kalian senantiasa berlaku jujur, karena sesungguhnya kejujuran akan megantarkan pada kebaikan dan sesungguhnya kebaikan akan mengantarkan pada surga. Jika seseorang senantiasa berlaku jujur dan berusaha untuk jujur, maka dia akan dicatat di sisi Allah sebagai orang yang jujur." [HR Muslim]

يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوْبِ، ثَبِّتْ قَلْبِيْ عَلَى دِيْنِكَ.

“Ya Allah, Dzat yang membolak-balikkan hati, tetapkanlah hatiku pada agamaMu.”[HR Ahmad]

Friday, September 19, 2025

YANG PALING CINTA NABI

ONE DAY ONE HADITH

 

Dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda :

مِنْ أَشَدِّ أُمَّتِي لِي حُبًّا نَاسٌ يَكُونُونَ بَعْدِي يَوَدُّ أَحَدُهُمْ لَوْ رَآنِي بِأَهْلِهِ وَمَالِهِ

“Orang paling mencintai aku dari kalangan umatku adalah orang-orang yang hidup setelahku, salah seorang dari mereka sangat ingin melihatku, walaupun harus menebusnya dengan keluarga dan hartanya.” [HR Muslim]

 

Catatan Alvers

 

Pepatah mengatakan “tak kenal maka tak sayang”. “Dari mana datangnya lintah. Dari sawah turun ke kali. Darimana datangnya cinta. Dari mata ke hati”. Menurut teori ini, cinta berawal dari kenal dan kenal berasal dari melihat atau bertemu. Demikianlah orang-orang dahulu mulai mengenal lalu mencintai Nabi SAW. Sayyidina Ali berkata :

مَنْ رَآهُ بَدِيهَةً هَابَهُ وَمَنْ خَالَطَهُ مَعْرِفَةً أَحَبَّهُ يَقُولُ نَاعِتُهُ لَمْ أَرَ قَبْلَهُ وَلَا بَعْدَهُ مِثْلَهُ

Orang yang melihat beliau secara kebetulan (pertama kali) maka ia akan sungkan (hormat) kepada beliau. Dan orang yang mengenali dan bergaul dengan beliau maka ia akan mencintainya dan dia akan bercerita : "Aku tidak pernah melihat sebelum maupun sesudahnya, orang yang (baiknya) seperti beliau." [HR Tirmidzi]

 

Mengenali Nabi SAW akan bermanfaat di akhirat kelak. Anas RA meriwayatkan dari Nabi SAW, Beliau bersabda: "Jika jenazah sudah diletakkan di dalam kuburnya dan teman-temannya sudah berpaling dan pergi meninggalkannya, dia mendengar gerak langkah sandal-sandal mereka (Qar’a Ni’alihim), maka akan datang kepadanya dua malaikat yang keduanya akan mendudukkannya seraya keduanya berkata kepadanya:

مَا كُنْتَ تَقُولُ فِي هَذَا الرَّجُلِ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

"Apa yang kamu katakan tentang laki-laki ini, Muhammad SAW ?".

Maka jenazah itu menjawab: "Aku bersaksi bahwa dia adalah hamba Allah dan utusanNya". Maka dikatakan kepadanya: "Lihatlah tempat dudukmu di neraka yang Allah telah menggantinya dengan tempat duduk di surga". dan iapun dapat melihat keduanya".

 

Adapun (jenazah) orang kafir atau munafiq, (ketika ditanya apakah mengetahui tentang laki-laki ini, Muhammad SAW ?") maka ia akan menjawab:

لَا أَدْرِي كُنْتُ أَقُولُ مَا يَقُولُ النَّاسُ

"Aku tidak tahu, aku hanya berkata mengikuti apa yang dikatakan kebanyakan orang".

Maka dikatakan kepadanya: "Kamu tidak mengetahuinya dan tidak mengikuti orang yang mengerti". Maka kemudian dia dipukul dengan palu godam besar terbuat dari besi diantara kedua telinganya sehingga mengeluarkan suara teriakan yang dapat didengar oleh yang ada di sekitarnya kecuali oleh dua makhluq (jin dan manusia)". [HR Bukhari]

 

Kembali ke teori cinta, ternyata pepatah di atas tidak berlaku pada ummat sekarang dimana orang cinta kepada Nabi SAW padahal belum pernah bertemu. Jadi mereka itu cinta terlebih dahulu lalu ingin bertemu dan untuk mewujudkan keinginnannya itu, mereka rela berkorban apapun bahkan dengan keluarga dan harta mereka. Rasul SAW dalam hadits utama bersabda : “orang yang paling mencintai aku dari kalangan umatku adalah orang-orang yang hidup setelahku, salah seorang dari mereka sangat ingin melihatku, walaupun harus menebusnya dengan keluarga dan hartanya.” [HR Muslim]

 

Mereka itu adalah orang-orang yang dirindukan oleh Rasul SAW. Beliau bersabda :

وَدِدْتُ أَنَّا قَدْ رَأَيْنَا إِخْوَانَنَا

"Sungguh aku sangat ingin melihat ikhwan ku."

Para Sahabat bertanya, 'Bukankah kami semua adalah ikhwan-mu wahai Rasulullah? ' Beliau menjawab :

أَنْتُمْ أَصْحَابِي وَإِخْوَانُنَا الَّذِينَ لَمْ يَأْتُوا بَعْدُ

"Kalian semua adalah ashab-ku (sahabatku), sedangkan ikhwan kita (saudara-saudara kita) adalah mereka yang belum berwujud." [HR Muslim]

 

Senada dengan hadits ini, diriwayatkan bahwa suatu ketika Abu Ubaidah ibnul Jarrah bertanya : Ya Rasulallah, adakah orang yang lebih baik dari kami, beragama islam bersamamu dan berjihadpun bersamamu?. Rasul SAW menjawab :

نَعَمْ قَوْمٌ يَكُونُونَ مِنْ بَعْدِكُمْ يُؤْمِنُونَ بِي وَلَمْ يَرَوْنِي

Iya ada, mereka adalah kaum yang ada setelah kalian. Mereka iman kepadaku padahal mereka tidak melihatku. [HR Ahmad]

 

Dalam Al-Mu’jam Al-Kabir, Ibnu Abbas RA meriwayatkan, Rasul SAW bersabda :

:يَا أَيُّهَا النَّاسُ مَنْ أَعْجَبُ الْخَلْقِ إِيمَانًا؟

“Wahai sekalian manusia, tahukah kalian siapa orang (makhluk) yang paling mengagumkan imannya?”

Para sahabat menjawab : “Para malaikat”. Nabi menjawab : “(salah), bagaimana mungkin para malaikat tidak beriman, bukankah mereka melihat langsung urusanku (menjadi Nabi)”.  Para sahabat menjawab : “Para nabi, Ya Rasul”. Nabi menjawab : “(salah), bagaimana mungkin para nabi tidak beriman, bukankah wahyu diturunkan dari langit kepada mereka”. Para sahabat menjawab : “Para sahabat, Ya Rasul”. Nabi menjawab : “(salah), bagaimana mungkin para sahabat tidak beriman, bukankah mereka telah melihat secara langsung (wahyu) yang mereka lihat”. Lantas Nabi SAW bersabda :

وَلَكِنَّ أَعْجَبَ النَّاسِ إِيمَانًا , قَوْمٌ يَجِيئُونَ مِنْ بَعْدِي , يُؤْمِنُونَ بِي وَلَمْ يَرَوْنِي , وَيُصَدِّقُونِي وَلَمْ يَرَوْنِي , أُولَئِكَ إِخْوَانِي.

“Akan tetapi orang yang paling mengagumkan imannya adalah kaum yang datang setelah (wafat)ku. Mereka beriman padahal mereka belum pernah melihatku, mereka mempercayaiku padahal mereka belum pernah bertemu denganku. Mereka itulah Ikhwan-ku”. [HR Thabrani]

 

Maka benarlah sungguh aneh dan menakjubkan jika orang-orang yang jauh datang setelah Nabi, mereka belum pernah bertemu, belum pernah melihat Nabi namun mereka beriman dan cinta kepada Nabi Muhammad SAW. Mereka menggugurkan teori cinta “Darimana datangnya cinta. Dari mata ke hati.” Dan cinta Nabi adalah modal besar untuk menjadi orang yang beruntung dengan masuk surga dan dikumplkan bersama beliau.

 

Diriwayatkan dalam Shahih Bukhari dari Anas RA bahwasannya ada seseorang yang bertanya : “Kapan terjadi hari kiamat, wahai Rasulullah?” Beliau SAW balik bertanya : “Apa yang telah engkau persiapkan untuk menghadapinya?” Orang tersebut menjawab : “Aku tidaklah mempersiapkan untuk menghadapi hari tersebut dengan banyak shalat, banyak puasa dan banyak sedekah. Tetapi yang aku persiapkan adalah cinta Allah dan Rasul-Nya.” Maka beliau bersabda : “Engkau akan bersama dengan orang yang engkau cintai.”

Anas RA berkata :

فَمَا فَرِحْنَا بِشَيْءٍ فَرَحَنَا بِقَوْلِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْتَ مَعَ مَنْ أَحْبَبْتَ

“Kami tidaklah pernah gembira sebagaimana gembira kami ketika mendengar sabda Nabi SAW : Engkau akan bersama dengan orang yang engkau cintai”.

Lalu Anas berkata : “Maka aku mencintai Nabi SAW, Abu Bakar, dan ‘Umar. Dan Aku berharap bisa bersama dengan mereka karena kecintaanku pada mereka, walaupun aku belum bisa beramal seperti amalan-amalan mereka.” [Shahih Bukhari]

 

Wallahu A’lam. Semoga Allah Al-Bari membuka hati dan fikiran kita untuk mencintai Nabi SAW sehingga kita termasuk orang-orang yang dirindukan oleh beliau dan kelak akan dikumpulkan bersama Nabi Muhammad SAW.

 

Salam Satu Hadits

Dr.H.Fathul Bari.,SS.,M.Ag

 

Pondok Pesantren Wisata

AN-NUR 2 Malang Jatim

Sarana Santri ber-Wisata Rohani Wisata Jasmani

Ayo Mondok! Mondok itu Keren!

WA Auto Respon :  0858-2222-1979

 

NB.

“Ballighu Anni Walau Ayah” Silahkan Share sebanyak-banyaknya kepada semua grup yang ada. Al-Hafidz Ibnul Jawzi berkata : _Barang siapa yang ingin amalnya tidak terputus setelah ia wafat maka sebarkanlah ilmu._ [At-Tadzkirah Wal Wa’dh]

Monday, September 8, 2025

NABI JUGA MARAH

 

ONE DAY ONE HADITH

 

Diriwayatkan dari Abdullah bin Amr RA, Rasul SAW bersabda :

اكْتُبْ فَوَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ مَا خَرَجَ مِنِّي إِلَّا حَقٌّ

“Tulislah, dan demi Dzat Yang jiwaku berada dalam kekuasaan-Nya, tidak ada yang keluar dari (mulut) ku kecuali kebenaran.” [HR Ahmad]

 

Catatan Alvers

 

Ketika melihat di medsos berita banyak orang marah hingga hingga membakar fasilitas umum dan ada juga yang marah lalu membunuh dan memutilasi maka terbesit dibenak saya, Apakah Rasul SAW juga marah? Bukankah marah itu dari setan? Kalau demikian, masak iya rasul marah?. Ya benar, memang marah itu dari setan. Rasul SAW bersabda :

إِنَّ الْغَضَبَ مِنْ الشَّيْطَانِ

Sesungguhnya marah itu dari setan. [HR Ahmad]

Dan beliau juga bersabda :

إِنَّ الشَّيْطَانَ يَجْرِي مِنْ الْإِنْسَانِ مَجْرَى الدَّمِ

Sesungguhnya setan itu berjalan lewat aliran darah  manusia. [HR Bukhari]

 

Kalau demikian, masak iya rasul marah?. Ya, Rasul SAW juga marah. Beliau sendiri mengakui hal itu. Abdullah bin Amr berkata : Aku selalu menulis segala sesuatu yang aku dengar dari Rasul SAW untuk aku hafalkan, namun orang-orang quraisy melarangnya dan berkata :Akankah kau menulis segala sesuatu dari Rasul SAW dalam kondisi beliau marah dan ridla?.” Maka akupun berhenti menulis sampai aku ceritakan hal itu langsung kepada beliau, dan Rasul SAW bersabda pada hadits utama di atas :  “Tulislah, dan demi Dzat Yang jiwaku berada dalam kekuasaan-Nya, tidak ada yang keluar dari (mulut)ku kecuali kebenaran.” [HR Ahmad]

 

Jadi dalam hadits tersebut Rasul tidak menolak kalau diri beliau juga marah namun beliau menegaskan bahwa meskipun dalam kondisi marah, beliau tetap dapat menguasai diri sehingga tetap mengucapkan kebenaran dan layak untuk ditulis.

 

Lantas bagaimana dengan kedatangan setan? Apa beliau juga didatangi setan karena marah itu dari setan?. Begini, Siti Aisyah RA pernah cemburu karena menemui Rasul SAW keluar dari kediamannya pada suatu malam. Melihat kecemburuan Aisyah maka Rasul bertanya : "Apa setanmu mendatangimu?" Aisyah balik bertanya: Wahai Rasulullah, apakah ada setan mendatangiku ? Beliau menjawab: "Ya." Aisyah bertanya: Apakah setan juga mendatangi semua manusia? Beliau menjawab: "Ya." Aisyah bertanya: Apakah setan juga mendatangimu? Beliau menjawab:

نَعَمْ وَلَكِنْ رَبِّي أَعَانَنِي عَلَيْهِ حَتَّى أَسْلَمَ

"Ya, hanya saja tuhanku menolongku mengalahkannya hingga ia masuk Islam." [HR Muslim]

 

Rasul SAW tahu kapan Siti Aisyah marah. Rasul SAW pernah memberitahukan hal itu kepada Aisyah : "Sesungguhnya aku tahu kapan kau ridla kepadaku dan kapan kau marah kepadaku." 'Aisyah bertanya: "Dari mana Anda mengetahui hal itu?" Maka beliau menjawab:

أَمَّا إِذَا كُنْتِ عَنِّي رَاضِيَةً فَإِنَّكِ تَقُولِينَ لَا وَرَبِّ مُحَمَّدٍ وَإِذَا كُنْتِ عَلَيَّ غَضْبَى قُلْتِ لَا وَرَبِّ إِبْرَاهِيمَ

"Jika kau ridla kepadaku maka kau berkata: 'Tidak, demi Rabb Muhammad' namun bila kau sedang marah kepadaku, maka kau berkata: 'Tidak, demi Rabb Ibrahim."

Aisyah berkata : "Iya benar, Demi Allah wahai Rasulullah, aku tidak meninggalkan dirimu melainkan hanya namamu saja." [HR Bukhari]

 

Dan sebaliknya, Aisyah juga tahu kapan Rasul SAW itu marah. Aisyah berkata :

وَاللَّهِ مَا انْتَقَمَ لِنَفْسِهِ فِي شَيْءٍ يُؤْتَى إِلَيْهِ قَطُّ حَتَّى تُنْتَهَكَ حُرُمَاتُ اللَّهِ فَيَنْتَقِمُ لِلَّهِ

"Demi Allah, beliau tidak pernah marah karena urusan pribadi yang menimpanya, tapi jika larangan Allah dilanggar maka beliau menjadi marah karena Allah. [HR Bukhari]

Dan dalam kitab As-Syama’il Al-Muhammadiyah, Aisyah berkata :

فَإِذَا انْتُهِكَ مِنْ مَحَارِمِ اللهِ شَيْءٌ كَانَ مِنْ أَشَدِّهِمْ فِي ذَلِكَ غَضَبًا

“Maka apabila sesuatu dari larangan-larangan Allah dilanggar, beliau adalah orang yang paling keras kemarahannya dalam hal itu. [HR Tirmidzi]

 

Satu contoh ketika orang-orang Quraisy melobi Rasul SAW agar wanita Makhzumiyah yang ketahuan mencuri tidak dijatuhi hukuman, maka beliau berdiri dan berkhutbah : "Orang-orang dahulu sebelum kalian mereka itu rusak karena (tidak menegakkan humu) kika orang terpandang mereka mencuri, mereka tidak menghukumnya, namun jika orang lemah mencuri maka mereka menegakkan hukum (potong tangan).

وَايْمُ اللَّهِ لَوْ أَنَّ فَاطِمَةَ بِنْتَ مُحَمَّدٍ سَرَقَتْ لَقَطَعْتُ يَدَهَا

Demi Allah, sekiranya Fatimah putri Muhammad mencuri, sungguh aku akan memotong tangannya." [HR Bukhari]

 

Meskipun demikian, Allah mendidik agar semarah apapun beliau tetap menghadapi masalah dengan sabar dan tidak hilang kendali. Beliau pernah khilaf dengan menghukumi celaka orang-orang yang melukainya. Imam Muslim meriwayatkan bahwa ketika perang uhud gigi geraham Nabi SAW patah dan beliau mengalami luka di kepala, lalu beliau mengusap darah dari wajahnya sambil berdoa : “Bagaimana bisa beruntung suatu kaum yang telah melukai Nabi mereka dan mematahkan gigi serinya, padahal ia mengajak mereka kepada Allah?” Lalu Allah menurunkan ayat :

لَيْسَ لَكَ مِنْ الْأَمْرِ شَيْءٌ

Itu sama sekali bukan urusanmu. [QS Ali Imran : 128]

 

Allah memberikan teguran kepada beliau agar tidak menghakimi mereka ke depannya dengan tidak beruntung. Di kemudian hari mereka masuk Islam dan bertaubat ataukah mereka diadzab karena kedzaliman mereka, itu semua urusan Allah. Dengan ini Allah memerintah beliau untuk bersabar atas apa yang mereka lakukan dengan tidak menghakimi mereka atau mendoakan celaka. Dalam Tafsir jalalain disebutkan : maka bersabarlah!.

 

Beliau juga pernah dituduh berbuat tidak adil. Pada waktu perang Hunain, Rasul membagi-bagikan harta ghanimah lalu ada orang berkata : Demi Allah ini adalah pembagian yang tidak adil dan tidak karena Allah. Mendengar hal ini maka Rasul SAW marah (namun tetap terkendali) lalu bersabda : Siapakah yang bisa berbuat adil jika Allah dan Rasul-Nya tidak adil.

رَحِمَ اللَّهُ مُوسَى قَدْ أُوذِيَ بِأَكْثَرَ مِنْ هَذَا فَصَبَرَ

Semoga Allah merahmati Musa karena ia lebih banyak disakiti dari pada ucapan ini namun ia bersabar. [HR Bukhari]

 

Maka semarah apapun, beliau tidak sampai marah membabi buta dengan memukul orang yang dimarahi. Aisyah berkata : “Rasul SAW tidak pernah memukul sesuatu pun dengan tangannya, tidak pula seorang wanita, dan tidak pula seorang pelayan, kecuali dalam berjihad di jalan Allah.” [HR Muslim]

Wallahu A’lam. Semoga Allah Al-Bari membuka hati dan fikiran kita untuk tetap berkepala dingin saat marah sehingga tidak sampai menyerang secara membabi buta dengan meniru akhlak indah Nabi SAW.

 

Salam Satu Hadits

Dr.H.Fathul Bari.,SS.,M.Ag

 

Pondok Pesantren Wisata

AN-NUR 2 Malang Jatim

Sarana Santri ber-Wisata Rohani Wisata Jasmani

Ayo Mondok! Mondok itu Keren!

WA Auto Respon :  0858-2222-1979

 

NB.

“Ballighu Anni Walau Ayah” Silahkan Share sebanyak-banyaknya kepada semua grup yang ada. Al-Hafidz Ibnul Jawzi berkata : _Barang siapa yang ingin amalnya tidak terputus setelah ia wafat maka sebarkanlah ilmu._ [At-Tadzkirah Wal Wa’dh]

GURU BEBAN NEGARA? #8

 

ONE DAY ONE HADITH

 

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas RA, Rasul SAW bersabda :

إِنَّ أَحَقَّ مَا أَخَذْتُمْ عَلَيْهِ أَجْرًا كِتَابُ اللَّهِ

“Sesungguhnya yang paling baik untuk kalian ambil upahnya adalah (mengajar) Al-Qur’an.” [HR Bukhari]

 

Catatan Alvers

 

Viral di medsos potongan video Menkeu yang menyebut 'guru itu beban negara' yang belakangan disebut sebagai hasil deepfake atau AI. [detik com] Disusul dengan Viralnya potongan video Menag yang menyatakan 'Kalau Mau Cari Uang, Jangan Jadi Guru.' namun akhirnya ia minta maaf. [tempo co] Kalau direnungkan statement tersebut benar namun karena konteks saat itu maka disalahpahami bahwa negara enggan membiayai guru ditengah gaya hidup para pejabat yang hedon dan tunjangan yang terus dinaikkan sehingga hal itu memicu protes.

 

Statement pertama, guru itu beban negara benarkah? Dalam artian pendidikan itu dibiayai oleh negara? Dalam Pasal 31 Ayat 1 UUD 1945 dinyatakan bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan dan tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang tertera pada Pembukaan UUD 1945 yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Imam Ghazali berkata : “Setiap orang yang mengemban tugas dengan kemaslahatan yang kembali kepada kaum Muslimin (seperti para guru), dan jika dia bekerja maka dia tidak bisa melaksanakan tugas (mengajar) nya,

فَلَهُ فِي بَيْتِ الْمَالِ حَقُّ الْكِفَايَةِ

maka dia berhak mendapat biaya yang cukup dari kas negara”. [Ihya Ulumiddin]

 

Dalam statement yang valid, menkeu berkata : Ini (Memberi gaji guru yang layak) juga salah satu tantangan bagi keuangan negara. Apakah semuanya harus keuangan negara ataukah ada partisipasi dari masyarakat?.” Al-Qurtubi berkata : Dalam hal ini, wajib bagi imam (pemimpin) untuk memberi bantuan bagi guru demi menegakkan agama. Jika (negara) tidak (mampu), maka kewajiban itu berpindah kepada kaum Muslimin. Sebagaimana Abu Bakar ash-Shiddiq RA. ketika diangkat menjadi khalifah, beliau tidak memiliki apa pun untuk menafkahi keluarganya, maka beliau mengambil pakaian dan pergi (untuk menjualnya) ke pasar. Lalu orang-orang berkata kepadanya tentang hal itu, dan beliau menjawab: 'Lalu dari mana aku menafkahi keluargaku?' Maka mereka pun mengembalikannya dan menetapkan nafkah yang mencukupi untuknya." [Al-Jami’ Li Ahkamil Qur’an]

 

Statement kedua, Kalau Mau Cari Uang, Jangan Jadi Guru. Benarkah demikian? Apakah seorang pengajar tidak boleh menerima upah? Sebelum membahas lebih lanjut mari kita lihat narasi lengkapnya supaya tidak gagal paham. "Profesi guru adalah jalan panjang menuju keberkahan dan amal jariah yang tak terputus. Banggalah menjadi seorang guru, jangan minder. Rezekinya Insyaallah, makanya jangan ikut-ikutan kayak pedagang yang memang tujuannya mencari uang. Kalau niatnya cari uang, jangan jadi guru, tapi jadi pedagang. [tempo co]

 

Imam Al-Qurtubi berkata : Para ulama berbeda pendapat mengenai hukum menerima upah atas pengajaran Al-Qur'an dan ilmu atau semisalnya. Az-Zuhri dan para ulama dari mazhab ar-ra’y (pendapat) melarang hal tersebut karena mengajar itu kewajiban yang membutuhkan niat mendekatkan diri kepada Allah dan keikhlasan. Maka tidak boleh mengambil upah sebagaimana halnya shalat dan puasa. Dan Allah SWT berfirman :

وَلَا تَشْتَرُوا بِآيَاتِي ثَمَنًا قَلِيلًا وَإِيَّايَ فَاتَّقُونِ

Janganlah kamu menukarkan ayat-ayat-Ku dengan harga murah dan bertakwalah kepada-Ku [QS Al-Baqarah : 41]

 

Sedangkan Imam Malik, Syafi’i, Ahmad, Abu Tsaur dan mayoritas ulama memperbolehkan mengambil upah atas kegiatan mengajar al-Qur’an. Hal ini berdasarkan sabda Nabi SAW, tentang ruqyah : “Sesungguhnya yang paling baik untuk kalian ambil upah adalah (mengajar) Al-Qur’an.” [HR Bukhari] Ini adalah dali yang jelas yang dapat menghilangkan perbedaan pendapat sehingga seyogyanya ia dapat dijadikan acuan”. [Al-Jami’ Li Ahkamil Qur’an]

 

Asbabul Wurudnya adalah beberapa sahabat melewati sumber mata air dimana terdapat orang yang tersengat binatang berbisa, lalu salah seorang yang bertempat tinggal di sumber mata air tersebut datang dan berkata: "Adakah di antara kalian seseorang yang pandai meruqyah? Karena di tempat tinggal dekat sumber mata air ada seseorang yang tersengat binatang berbisa." Lalu salah seorang sahabat Nabi pergi ke tempat tersebut dan membacakan al-fatihah dengan upah seekor kambing. Ternyata orang yang tersengat tadi sembuh, maka sahabat tersebut membawa kambing itu kepada teman-temannya. Namun teman-temannya tidak suka dengan hal itu, mereka berkata: "Kamu mengambil upah atas kitabullah?" setelah mereka tiba di Madinah, mereka berkata: "Wahai Rasulullah, dia mengambil upah atas kitabullah." Maka Rasulullah SAW bersabda dengan hadits tersebut, yaitu : "Sesungguhnya upah yang paling berhak kalian ambil adalah upah karena (mengajarkan) kitabullah."[HR Bukhari]

 

Terdapat hadits ruqyah lain yang diriwayatkan dari Abu Sa’id Al-Khudri dimana sahabat meruqyah pemimpin satu kaum dan mendapat imbalan sebanyak 30 ekor kambing namun sahabat itu menolaknya sehingga bertanya dahulu tentang hukumnya kepada Nabi dan setelah sampai di hadapan Nabi dengan menanyakan perihal tersebut, Beliau bersabda :

خُذُوا مِنْهُمْ وَاضْرِبُوا لِي بِسَهْمٍ مَعَكُمْ

Ambillah kambing-kambing itu dari mereka dan berilah aku sebagiannya bersama kalian.” [HR Bukhari dan Muslim]

 

Imam Nawawi menjelaskan : Hadits ini adalah pernyataan tegas tentang bolehnya mengambil upah atas ruqyah dengan surat Al-Fatihah dan dzikir, dan bahwa hal itu hukumnya halal serta tidak makruh. Demikian pula halnya dengan mengambil upah atas pengajaran Al-Qur’an… Dan sabda Nabi : berilah aku sebagiannya (dari kambing-kambing itu) beliau mengucapkannya untuk menyenangkan hati mereka, dan sebagai penegasan bahwa hal itu halal tanpa syubhat sedikitpun. [Syarah Muslim]

 

Demikian pula tatkala ada seorang sahabat yang hendak menikah namun ia tidak memiliki mahar walau cincin dari besi sakalipun, maka ia menawarkan beberapa surat dari Qur’an yang dihafalnya maka Rasul SAW bersabda :

اذْهَبْ فَقَدْ مَلَّكْتُكَهَا بِمَا مَعَكَ مِنْ الْقُرْآنِ

Pergilah, sungguh aku telah mengijinkanmu menikah dengan wanita itu dengan mahar berupa bacaan Al-quran yang kau miliki. [HR Bukhari]

Imam nawawi berkata : Hadits ini merupakan dalil diperbolehkannya mahar berupa mengajarkan Al-Qur’an dan bolehnya memberi upah atas mengajarkan Al-Quran. [Syarah An-Nawawi] Mengapa demikian? Karena dalam fiqih, mahar itu disyaratkan harus berupa sesuatu yang bernilai (bisa diperjual belikan) sehingga kalau mengajar Qur’an itu bisa dijadikan mahar itu artinya mengajar Quran itu merupakan sesuatu yang bernilai dan berharga.

 

Sekedar pelengkap, ada pendapat ketiga yaitu As-Sya‘bi berkata : “Seorang guru tidak boleh menetapkan syarat (upah), tetapi jika diberi sesuatu, maka hendaknya ia menerimanya." [Fathul Bari] Dan tersisa pertanyaan, apakah guru jika ia mendapat gaji maka ia masih mendapatkan pahala? Imam Ghazali berkata :

كُلُّ عِبَادَةٍ وَقَعَ فِيهَا تَشْرِيكٌ فَإِنَّ فَاعِلَهَا يُثَابُ عَلَيْهَا إِنْ غَلَبَ الْأُخْرَوِيُّ

Setiap ibadah yang di dalamnya terdapat pencampuran niat (antara dunia dan akhirat), maka pelakunya tetap mendapat pahala jika niat akhiratnya lebih dominan. [Hasyiatani Al-Qalyubi Wa Umayrah]

 

Wallahu A’lam. Semoga Allah Al-Bari membuka hati dan fikiran kita untuk senantiasa bekerja sesuai aturan syariat dan tetap menjaga nilai-nilai keikhlasan supaya tetap mendapatkan pahala kelak di akhirat.

 

Salam Satu Hadits

Dr.H.Fathul Bari.,SS.,M.Ag

 

Pondok Pesantren Wisata

AN-NUR 2 Malang Jatim

Sarana Santri ber-Wisata Rohani Wisata Jasmani

Ayo Mondok! Mondok itu Keren!

WA Auto Respon :  0858-2222-1979

 

NB.

“Ballighu Anni Walau Ayah” Silahkan Share sebanyak-banyaknya kepada semua grup yang ada. Al-Hafidz Ibnul Jawzi berkata : _Barang siapa yang ingin amalnya tidak terputus setelah ia wafat maka sebarkanlah ilmu._ [At-Tadzkirah Wal Wa’dh]