Friday, September 26, 2025

OMPRENG BERMINYAK BABI

ONE DAY ONE HADITH

 

Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA, Rasul SAW Bersabda :

طَهُورُ إِنَاءِ أَحَدِكُمْ إِذَا وَلَغَ فِيهِ الْكَلْبُ أَنْ يَغْسِلَهُ سَبْعَ مَرَّاتٍ أُولَاهُنَّ بِالتُّرَابِ

“Sucinya bejana di antara kalian yaitu apabila anjing menjilatnya adalah dengan dicuci tujuh kali dan awalnya dengan tanah.” [HR Muslim]

 

Catatan Alvers

 

Ramai soal beredar kabar bahwa ompreng (food tray) program MBG (Makanan Bergizi Gratis) yang sebagian berasal dari china itu dibuat dengan pelumas berbahan minyak babi dalam proses pencetakan wadahnya. Kepala BGN menegaskan bahwa minyak tidak menjadi bahan dalam pembuatan food tray MBG. Wadah tersebut dibuat dari logam, termasuk nikel. Minyak (tanpa menyebut babi) itu hanya dipakai saat proses pencetakan untuk mencegah alat panas dan memudahkan produksi. Setelah itu, food tray dibersihkan dan disterilkan. [detik com] Lalu jika hal itu benar, apakah ompreng masih boleh dipakai untuk wadah makanan? Ataukah harus diganti ompreng yang lain jelas suci?

 

Dalam agama islam, babi merupakan binatang yang haram. Mengapa babi itu haram? Secara tegas, Allah SWT berfirman :

حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالْدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللّهِ بِهِ

“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah.” [QS Al-Ma’idah: 3]

 

Dan karena jelasnya status keharaman babi maka Rasul SAW menjadikannya sebagai perumpamaan. Beliau bersabda :

مَنْ لَعِبَ بِالنَّرْدَشِيرِ فَكَأَنَّمَا صَبَغَ يَدَهُ فِي لَحْمِ خِنْزِيرٍ وَدَمِهِ

“Barangsiapa bermain dadu maka seolah-olah dia telah melumuri tangannya ke dalam daging babi dan darahnya (untuk memakannya).” [HR Muslim]

Imam Nawawi berkata : Ini adalah penyerupaan dalam sisi keharamannya (bermain dadu) dengan haramnya memakan daging dan darah babi. [Al-Minhaj Syarah Shahih  Muslim bin Hajjaj]

 

Suatu ketika Syeikh Muhammad Abduh, Ulama asal Mesir (1849 –1905) mengunjungi Perancis. Orang-orang di sana bertanya mengenai hukum babi dalam Islam. "Kalian (umat Islam) mengatakan bahwa babi haram, karena ia memakan sampah yang mengandung cacing pita, mikroba-mikroba dan bakteri-bakteri lainnya. Adapun sekarang babi itu diternak dalam peternakan modern dengan kebersihan terjamin dan proses sterilisasi yang mencukupi. Lalu kenapa babi tetap kalian haramkan ?"

 

Syeikh Muhammad Abduh menunjukkan secara langsung, dua ekor ayam jantan dan satu ayam betina dalam satu kandang, dan dua ekor babi jantan beserta satu babi betina dalam satu kandang lainnya. Ia menyuruh orang-orang mengamati dua ekor ayam jantan yang berkelahi dan saling membunuh untuk mendapatkan satu ayam betina sementara ke dua babi jantan saling membantu untuk melaksanakan hajat seksualnya, tanpa rasa cemburu dan tanpa harga diri. Selanjutnya beliau berkata, "Saudara-saudara, daging babi membunuh 'rasa cemburu' dari orang yang memakannya karena daging babi itu dapat menularkan sifat-sifatnya pada orang yang memakannya." [Syeikh Fauzi Muhammad Abu Zaid, At-Tha’am Fil Islam]

 

Syeikh Wahbah Az-Zuhayli memberikan sejumlah alasan diharamkannya babi. (1) adanya unsur bahaya dan (2) kotor karena babi terbiasa hidup di tempat kotor (3) sering kali mengandung cacing seperti Taenia solium (cacing pita) dan Trichinella spiralis (cacing rambut spiral). (4)  Dagingnya juga sulit dicerna karena banyaknya lemak yang menyelimuti serat otot dan kandungan zat lemaknya yang tinggi. (5) memiliki sifat buruk, seperti tidak memiliki rasa cemburu terhadap betinanya. Sifat-sifat ini diyakini dapat berpindah melalui konsumsi dagingnya. [Tafsir Al-Munir]

Lalu Syeikh Wahbah Az-Zuhayli menjawab pertanyaan di atas, Beliau berkata :

فَإِنَّ هٰذَا لَا يَتَيَسَّرُ لِكُلِّ النَّاسِ، كَمَا أَنَّ الأَضْرَارَ المَعْنَوِيَّةَ لَا يُمْكِنُ تَجَنُّبُهَا

“Sesungguhnya hal ini (standar kebersihan dan medis terhadap daging babi) tidak dapat dijangkau oleh semua orang. Begitu pula, dampak moral dan spiritual dari konsumsi babi tetap tidak bisa dihindari”.

Karena itu, seorang Muslim wajib memegang teguh larangan ini secara mutlak, baik alasan medis dan moralnya masih relevan di masa kini maupun tidak. Sebab, dalam syariat, yang menjadi dasar adalah menjaga kemaslahatan umat secara keseluruhan, bukan hanya individu tertentu”. [Tafsir Al-Munir]

 

Imam Al-Khatib As-Syirbini menambahkan keterangan diatas dengan perkataan ulama : "Oleh karena itu, ketika bangsa Eropa (al-Faranj) terus-menerus mengonsumsi daging babi maka hal itu mewariskan kepada mereka sifat rakus yang besar dan keinginan kuat terhadap hal-hal yang dilarang. Ia juga mewariskan hilangnya rasa cemburu; karena babi jantan melihat babi lain mengawini betinanya, namun ia tidak bereaksi karena tidak memiliki rasa cemburu."[Tafsir As-Siraj Al-Munir]

 

Selanjutnya, dalam agama islam, babi dihukumi najis. Allah SWT berfirman :

أَوْ لَحْمَ خِنزِيرٍ فَإِنَّهُ رِجْسٌ

(Diharamkan...) atau daging babi karena ia adalah rijs (najis). [QS Al-An’am : 145]

Al-Jurjani berkata :

رِجْسٌ: أَيْ نَجِسٌ مَكْرُوهٌ مُسْتَقْذَرٌ تَعَافُهُ النُّفُوسُ غَالِبًا

"Rijs itu adalah sesuatu yang najis, dibenci, menjijikkan, dan biasanya membuat jiwa merasa enggan atau jijik terhadapnya." [Tafsir Darjud Durar]

 

Al-Alusi berkata : Ulama Syafi’iyyah membuat ayat tsb sebagai dalil akan najisnya babi. Hal ini dikarenakan dlamir (Hu) itu kembalinya kepada khinzir (Babi) karena itu adalah lafadz yang terdekat. [Tafsir Ruhul Ma’any] Dengan demikian maka najis itu mencakup pada keseluruhan bagian dari babi, apakah itu daging, tulang, lemak dll. Dan ini menolak pendapatnya Abu Muhammad (Ibn Hazm al-Andalusi) yang menyatakan bahwa kembalinya dlamir (Hu) itu kepada “lahm” (daging) bukan kepada “khinzir” (babi) sehingga (menurutnya, selain daging seperti) lemaknya, tulang rawannya, tulangnya, dan kulitnya itu semua hukumnya halal (suci)." [Tafsir Ruhul Ma’any]

 

Kemudian babi itu termasuk kategori najis mughalladzah dengan diqiyaskan (dengan qiyas awlawi) kepada najisnya anjing. Imam Nawawi berkata : "Adapun babi, maka ia dihukumi najis karena keadaannya lebih buruk daripada anjing sebab babi dianjurkan untuk dibunuh meskipun tidak membahayakan, dan terdapat nash (teks syar‘i) yang jelas tentang pengharamannya”.

فَإِذَا كَانَ الْكَلْبُ نَجِسًا فَالْخِنْزِيرُ أَوْلَى

“Jika anjing itu najis, maka babi lebih utama (untuk dinyatakan najis)”.  [Al-Majmu’]

 

Maka cara mensucikan najisnya babi itu sama dengan cara mensucikan najisnya anjing, yaitu dinyatakan dalam hadits utama : “Sucinya bejana di antara kalian apabila dijilat anjing adalah dengan dicuci tujuh kali dan awalnya dengan tanah.” [HR Muslim] dan dalam riwayat lain “Ihdahunna bit turab” (salah satunya dengan debu). [HR Nasa’i]

 

Selanjutnya, apakah debu bisa diganti dengan sabun detergent atau semisalnya? Al-Halabi berkata : Dalam masalah ini terdapat beberapa pendapat. Salah satunya menyatakan :

نَعَمْ، كَمَا يَقُومُ غَيْرُ الْحَجَرِ مَقَامَهُ فِي الِاسْتِنْجَاءِ

Iya (bisa digantikan), sebagaimana selain batu sama bisa disetarakan dengan batu dalam masalah istinja’

Dan sebagaimana selain “Shabb” (Batu tawas) dan “Qardh” (daun salam), bisa menggantikan posisi keduanya dalam masalah menyamak kulit. Dan Ini adalah pendapat yang dishahihkan oleh Imam Nawawi dalam kitabnya Ru'us al-Masa'il (wa tuhfatu Tullabil Fadha’il). [Kifayatul Akhyar]

 

Namun demikian ada juga keterangan dari Imam Nawawi, beliau berkata :

وَذَهَبَ أَكْثَرُ الْعُلَمَاءِ إِلَى أَنَّ الْخِنْزِيرَ لَا يَفْتَقِرُ إِلَى غَسْلِهِ سَبْعًا وَهُوَ قَوْلُ الشَّافِعِيِّ وَهُوَ قَوِيٌّ فِي الدَّلِيلِ

Mayoritas ulama berpendapat bahwa (mensucikan najis) babi itu tidak perlu dibasuh tujuh kali, ini adalah pendapatnya Imam Syafi’i dan ini kuat dalilnya. [Al-Minhaj Syarah Shahih Muslim]

 

Dengan demikian jika benar ompreng itu terkena lemak babi maka ompreng itu dihukumi mutanajjis (terkena najis) sehingga tetap bisa dipergunakan untuk wadah makanan dengan syarat disucikan terlebih dahulu.

 

Wallahu A’lam. Semoga Allah Al-Bari membuka hati dan pikiran kita untuk selalu menebar kedaiaman kepada orang-orang di sekeliling kita serta menghidarkan diri dari perbuatan yang dapat menyakiti mereka sehingga kita menjadi seorang muslim yang didefinisikan oleh rasul SAW.

 

Salam Satu Hadits,

Dr. H. Fathul Bari, SS., M.Ag

 

Pondok Pesantren Wisata

AN-NUR 2 Malang Jatim

Sarana Santri ber-Wisata Rohani Wisata Jasmani

Ayo Mondok! Mondok itu Keren!

Pesan Buku ODOH :  0813-5715-0324

 

NB.

“Ballighu Anni Walau Ayah” Silahkan Share sebanyak-banyaknya kepada semua grup yang ada. Al-Hafidz Ibnul Jawzi berkata : _Barang siapa yang ingin amalnya tidak terputus setelah ia wafat maka sebarkanlah ilmu._ [At-Tadzkirah Wal Wa’dh]

0 komentar:

Post a Comment