Tuesday, April 28, 2020

KELEBIHAN PAHALA TARAWIH?




ONE DAY ONE HADITH

Diriwayatkan dari Sayyidna Ali KW, Rasul SAW bersabda :
لَا تَكْذِبُوا عَلَيَّ فَإِنَّهُ مَنْ كَذَبَ عَلَيَّ فَلْيَلِجْ النَّارَ
Janganlah kamu berdusta atasku, karena sesungguhnya barangsiapa berdusta atasku, maka silahkan dia masuk ke neraka. [HR Bukhari Muslim]

Catatan Alvers

Kita berada di zaman akhir, zaman di mana kiamat sudah dekat. Betapa tidak, 14 Abad yang silam, Nabi SAW telah bersabda :
بُعِثْتُ أَنَا وَالسَّاعَةَ هَكَذَا
(Jarak) diutusnya aku dan (datangnya) hari Kiamat seperti ini. (Beliau berisyarat dengan jari telunjuk dan jari tengah lalu merenggangkannya). [HR Bukhari]

Zaman sekarang ini zaman hoax, zaman dimana kebohongan menjadi “sego jangan” (makanan sehari-hari). Betapa banyak kebohongan tersebar hingga kita tidak menyadari keberadaannya bahkan terkadang kita menganggapnya sebagai kebenaran. Ya, Itulah perilaku di zaman akhir. Nabi SAW bersabda :
لَا تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى تَظْهَرَ الْفِتَنُ وَيَكْثُرَ الْكَذِبُ
Tidaklah terjadi hari kiamat hingga muncul banyak fitnah dan banyak kebohongan- kebohongan ...[HR Ahmad]


Maka berhati-hatilah dalam berbicara ataupun menulis sesuatu bahkan hanya untuk sekedar meneruskannya dengan klik share. Jangan sampai kita menjadi agen kebohongan tanpa sadar. Ingat, kebohongan itu adalah perilaku yang paling dibenci Nabi SAW. Beliau bersabda :
مَا كَانَ خُلُقٌ أَبْغَضَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ الْكَذِبِ
Tidaklah ada pekerti yang lebih dibenci oleh Rasulullah SAW daripada dusta…[HR Turmudzi]

Jika berbicara dusta atas orang lain yang nota bene adalah orang biasa saja itu dibenci oleh Nabi SAW dan tentunya berdosa, maka bagaimana besarnya dosa jika kita berdusta anas nama Nabi SAW. Beliau bersabda :
إِنَّ كَذِبًا عَلَيَّ لَيْسَ كَكَذِبٍ عَلَى أَحَدٍ مَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنْ النَّارِ
 “Sesungguhnya berdusta atasku tidak seperti berdusta atas orang yang lain. Barangsiapa berdusta atasku dengan sengaja, maka hendaklah dia mengambil tempat tinggalnya di neraka”. [HR Bukhari]

Namun tentunya ancaman tersebut berlaku jika seseorang itu mengetahuinya. Jika tidak mengetahuinya, maka tentulah tidak berdosa karena pena (catatan amal) itu diangkat (tidak dituliskan) bagi orang yang tidak tahu.  Hal ini sebagaimana dipahami dari sabda Nabi SAW:
مَنْ حَدَّثَ عَنِّى بِحَدِيثٍ يُرَى أَنَّهُ كَذِبٌ فَهُوَ أَحَدُ الْكَاذِبِينَ
Barangsiapa menceritakan sebuah hadits dariku, dia menyangka atau mengetahui bahwa hadits itu dusta, maka dia adalah salah seorang dari para pendusta. [HR Muslim]

Imam Nawawi menjelaskan bahwa dalam hadits tersebut kata y-ra, Jika dibaca “Yura” maka berarti menyangka, Jika dibaca “Yara” maka bermakna mengetahui. Selanjutnya beliau berkata :
وَقَيَّدَ بِذَلِكَ لِأَنَّهُ لَا يَأْثَمُ إِلَّا بِرِوَايَتِهِ مَا يَعْلَمُهُ أَوْ يَظُنُّهُ كَذِبًا أَمَّا مَا لَا يَعْلَمُهُ وَلَا يَظُنُّهُ فَلَا إِثْمَ عَلَيْهِ فِي رِوَايَتِهِ وَإِنْ ظَنَّهُ غَيْرُهُ كَذِبًا أَوْ عَلِمَهُ
Baginda Nabi SAW memberikan qayyid atau catatan (lafadz Yura) karena seseorang tidaklah berdosa kecuali dia meriwayatkan hadits yang diketahuinya atau disangkanya sebagai hadits dusta. Adapun hadits yang tidak diketahuinya atau disangkanya sebagai hadits palsu maka tidaklah berdosa meskipun orang lain menyangkanya atau mengetahuinya sebagai hadits palsu. [Al-Minhaj Syarah Muslim]

Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani ketika mensyarahi hadits utama, ia berkata :
وَلَا يُعْتَدُّ بِمَنْ خَالَفَ ذَلِكَ مِنَ الْكَرَّامِيَّةِ حَيْثُ جَوَّزُوا وَضْعَ الْكَذِبِ فِي التَّرْغِيْبِ وَالتَّرْهِيْبِ فِي تَثْبِيْتِ مَا وَرَدَ فِي الْقُرْآنِ وَالسُّنَّةِ وَاحْتَجُّوا بَأَنَّهُ كَذِبٌ لَهُ لَا عَلَيْهِ وَهُوَ جَهل بِاللُّغَةِ الْعَرَبِيَّةِ
Dan (dalam hal ini) tidak diperhitungkan silang pendapatnya sekte karramiyah yang mana mereka memperbolehkan memalsukan kebohongan dalam masalah motivasi dan peringatan untuk memantapkan perkara yang sudah ada dalam qur’an dan hadits. Mereka berargumen bahwa hal itu adalah kebohongan yang bermanfaat kepada Nabi bukan kebohongan (yang terlarang, yaitu) yang merugikan Nabi, dan ini adalah kebodohan (mereka) akan bahasa Arab. [Fathul Bari]

So, kalau kita sudah mengetahui bahwa suatu hadits itu palsu (maaf bedakan dengan dla’if ya) maka hendaklah kita segera berhenti menyebarkannya bukan malah membela diri dan tetap ngotot untuk berdusta atas nama Nabi SAW, Wal iyadzu billah. Contohnya hadits mengenai keutamaan tarawih tiap malam selama sebulan penuh yang banyak dishare di medsos pada bulan ramadhan dengan redaksi sebagai berikut :
عَنْ عَلِيِّ بْنِ أَبِيْ طَالِبٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّهُ قَالَ: سُئِلَ النَّبِيُّ عَلَيْهِ الصَّلاَةُ وَالَّسلَامُ عَنْ فَضَائِلِ الترَاوِيْح فِيْ شَهْرِ رَمَضَانَ فَقَالَ: يُخْرَجُ الْمُؤْمِنُ مِنْ ذَنْبِهِ فِيْ أَوَّلِ لَيْلَةٍ كَيَوْمِ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ....
“Dari Ali bin Abi Thalib RA, ia berkata: “Nabi SAW pernah ditanya tentang keutamaan shalat tarawih di bulan Ramadhan, Nabi menjawab: seorang mukmin akan dikeluarkan dari dosanya layaknya hari dimana ia dilahirkan dari rahim ibunya...[Tanpa Sanad]

Tidak dipungkiri bahwa shalat tarawih itu disunnahkan pada malam bulan ramadhan bahkan Syeikh Syamsuddin As-Syirbini berkata :
وَقد اتَّفقُوا على سنيتها وعَلى أَنَّهَا المرادة من قَوْله صلى الله عَلَيْهِ وَسلم من قَامَ رَمَضَان إِيمَانًا واحتسابا غفر لَهُ مَا تقدم من ذَنبه رَوَاهُ البُخَارِيّ وَقَوله إِيمَانًا أَي تَصْدِيقًا بِأَنَّهُ حق مُعْتَقدًا أفضليته
Para Ulama telah sepakat atas kesunnahan shalat tarawih dan sesungguhnya tarawih itu adalah shalat yang dimaksudkan dalam hadits Nabi “Barang siapa ibadah qiyamul (layli) di bulan Ramadhan seraya ber-iman dan ikhlas, maka diampuni baginya dosa yang telah lampau. Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari. Adapun sabda Nabi “imanan”, maksudnya adalah mempercayai bahwa yang demikian itu benar seraya meyakini akan keutamaannya (shalat tarawih). [Al-Iqna]

Jadi mohon dipisahkan dan dibedakan antara hukum kesunnatan tarawih dan keutamaannya dengan permasalahan hadits keutamaan tarawih sebulan di atas. Prof. KH. Ali Mustafa Ya’qub, MA (Alm.), Imam Besar Masjid Istiqlal ke-4 dan Pendiri Darus-Sunnah International Institute for Hadith Sciences, Ketua Lembaga Pengkajian Hadis Indonesia (LepHi), juga penulis buku yang berjudul Hadis-Hadis Palsu Seputar Ramadhan. Beliau mengatakan bahwa Hadits tersebut tidak ada dalam kitab-kitab hadits. Namun, Syeikh Utsman dalam kitabnya Durrah al-Nashihin menyebutnya sebagai hadits riwayat Ali bin Abi Thalib RA tanpa menyebutkan dari mana sumber hadits tersebut. Maka dari itu, hadits tersebut adalah hadis maudlu’alias palsu. [panrita id] Sangat penting meneliti keberadaan sumber hadits karena dengannya kita akan mengetahui sanadnya. Abdullah bin al-Mubarak Rahimahullah berkata :
اَلإِسْنَادُ مِنَ الدِّيْنِ وَلَوْلَا الإِسْنَادُ لَقَالَ مَنْ شَاءَ مَا شَاءَ
“Sanad itu bagian dari agama. Kalau tidak ada sanad maka siapa saja berkata semaunya”. [Dalam Shahih Muslim].

DR. KH. Ahmad Lutfi Fathullah Mughni, MA, pakar hadis dan Ketua Komisi Fatwa MUI DKI Jakarta telah menulis disertasi yang meneliti hadit-hadits yang terdapat dalam kitab Durratun Nashihin dan ia menemukan beberapa hadits palsu diantaranya adalah hadits tentang keutaman shalat tarawih di atas. [Muidkijakarta or id]

Hadratus Syeikh KH. M. Hasyim Asy’ari ketika menjawab pertanyaan tentang Rebo Wekasan [aktual com], dimana beliau menukil perkataan Syaikh Mulla Ali al-Qari :
 لَا يَجُوْزُ نَقْلُ الْأَحَادِيْثِ النَّبَوِيَّةِ وَالْمَسَائِلِ الْفِقْهِيَّةِ وَالتَّفَاسِيْرِ اْلقُرْآنِيَّةِ إِلَّا مِنَ الْكُتُبِ الْمُدَاوَلَةِ (الْمَشْهُوْرَةِ) لِعَدَمِ الْإِعْتِمَادِ عَلَى غَيْرِهَا
"Tak boleh menukil hadits-hadits Nabi dan masalah-masalah fikih juga tafsir al-Qur’an kecuali dari kitab-kitab yang populer karena kita-kitab yang lainnya tak bisa dibuat pedoman".[Tadzkiratul Maudlu’at]

Dari sisi matan, hadits tarawih tersebut terdapat kejanggalan diantaranya adalah penggunaan istilah tarawih, dimana pada masa Nabi SAW masih digunakan “qiyam Ramadhan” karena tarawih sebulan penuh berjamaah di masjid baru terjadi pada masa Khalifah Umar dengan imam Ubay bin Ka'b RA. Kejanggalan lainnya adalah pahala yang terlalu lebay dan fantastis seperti Pahala tarawih pada malam ke 8, Allah akan memberikan apa yang telah diberikannya kepada Nabi Ibrahim AS. Dan Malam ke 9, Seakan-akan ia telah beribadah kepada Allah seperti Ibadahnya An-Nabi (Muhammad?) Alayhis Sholatu Was Salam. Pada malam ke 17, diberikan pahala seperti pahala para Nabi. Pada Malam ke-29, Allah SWT akan memberinya pahala seribu kali ibadah haji yang diterima.
Akhirnya jangan salah paham, apalagi ber-paham salah. Artikel ini bukan menganjurkan kita untuk meninggalkan sholat tarawih. Teruslah ber-tarawih, Tidakkah “dihapuskannya dosa-dosa kita yang telah lalu” sebagai pahala melaksanakan sholat tarawih sudah cukup untuk memotivasi kita?. Wallahu A'lam. Semoga Allah Al-Bari membuka hati kita untuk terus melaksanakan shalat tarawih secara istiqamah karena boleh jadi kita tidak lagi bisa melaksakannya di tahun depan.

Salam Satu Hadits,
Dr. H. Fathul Bari, S.S.,M.Ag

Pondok Pesantren Wisata
AN-NUR 2 Malang Jatim
Ngaji dan Belajar Serasa Wisata Setiap Hari
Ayo Mondok! Mondok Itu Keren Lho!

NB.
Hak cipta berupa karya ilmiyah ini dilindungi oleh Allah SWT. Dilarang mengubahnya tanpa izin tertulis. Silahkan Share tanpa mengedit artikel ini. Sesungguhnya orang yang copas perkataan orang  lain tanpa menisbatkan kepadanya maka ia adalah seorang pencuri atau peng-ghosob dan keduanya adalah tercela [Imam Alhaddad]

0 komentar:

Post a Comment